Tunanetra
Anak-anak
dengan hambatan penglihatan adalah anak-anak yang kurang beruntung dalam
memfungsikan indra penglihatannya, namun bukan berarti mereka tidak memiliki
hak dan kurang beruntung dalam belajar, bermain dan berinteraksi sosial dengan masyarakat
lainnya. Mereka mempunyai hak dan kesempatan serta kesetaraan hak yang sama dengan
anak yang lainnya, hanya saja mereka memerlukan pelayan yang khusus untuk
aktivitas dalam keseharian mereka. Salah satunya mereka membutuhkan pendidikan
orientasi mobilitas untuk bisa mengenali wilayah suatu tempat dan berpindah atau
bergerak dari tempat dia berada ketempat yang ingin dituju serta dapat
berinteraksi dengan objek-objek sekitar. Secara umum, istilah tunanetra digunakan
untuk menunjukan dan menggambarkan adanya gradasi atau tingkatan kerusakan atau
gangguan penglihatan mulai dari yang berat sampai yang sangat berat sehingga
mereka membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dalam proses belajar. Persatuan
Tunanetra Indonesia (PERTUNI : 2004) mendefinisikan bahwa orang tunanetra
adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) sampai
dengan meraka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu
menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam
keadaan cahaya normal meskipun sudah dibantu dengan kacamata (kurang
awas/kurang lihat).
Dari segi bahasa kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra.
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia (Amran YS Chaiago 1995 : 540) kata tuna
berarti tidak memiliki, tidak punya, luka atau rusak. Sedangkan kata netra
berarti penglihatan. Dengan demikian tunanetra memiliki ciri tidak memiliki
penglihatan atau rusak penglihatan. Dalam literatur bahasa inggris
istilah tunanetra juga disebut dengan “Visual Impairment(Kerusakan
Penglihatan)” atau “Sight Loss(Kehilangan Penglihatan)”. Dari
kutipan Dr. Asep Supena, M.Psi mengatakan bahwa tunanetra (Visual
Imprairment) adalah “mereka yang mengalami gangguan hambatan penglihatan
secara signifikan (berarti). Sehingga membutuhkan layanan pendidikan atau
pembelajaran yang khusus”. Contohnya penggunaan sistem baca tulis braille, alat
pembesar bahan bacaan dan bentuk modifikasi lainnya.
Secara umum tunanetra dikelompokan menjadi kurang lihat (low vision)
dan buta (blind). Namun sebagian ahli mengelompokannya menjadi kurang
lihat (low vision), buta (blind) dan buta total (totally
blind). Dapat disimpulkan orang tunanetra belum tentu buta, sedangkan orang
buta sudah pasti tunanetra, kebutaan merupakan tingkat ketunanetraan yang
paling berat.
Terdapat
sejenis konsensus internasional untuk menggunakan dua jenis definisi sehubungan
dengan kelainan penglihatan : Definisi secara legal (legally definition) adalah definisi atau
batasan tentang ketunanetraan yang didasarkan pada hasil pengukuran ketajaman
penglihatan (visus : index pengukuran ketajaman penglihatan), yang biasa
dilakukan oleh tenaga medis. Sehingga definisi ini juga disebut dengan definisi
klinis atau medik. Dikatakan legal karena sering dijadikan persyaratan untuk
menentukan seseorang dikatagorikan sebagai tunanetra atau tidak. Sedangkan
dalam definisi pendidikan adalah didasarkan pada cara atau strategi
pembelajaran yang mungkin dapat diberikan kepada mereka sesuai dengan sisa
kemampuan penglihatan yang dimilikinya. Definisi ini biasa digunakan dalam
dunia pendidikan.
Berikut ini adalah definisi tentang tunanetra yang berdasarkan dari dua
aspek diatas yaitu definisi legal dan definisi pendidikan. Definisi tunanetra
secara legal adalah mereka yang memiliki ketajaman penglihatan mulai dari 20/70
feet hingga buta total serta luas pandang mereka yang sedemikian sempit terhadap
suatu luas bidang wilayah yang tidak lebih dari 20 derajat, maka mereka itu
juga dapat dikatagorikan dalam tunanetra. Sementara definisi tunanetra secara
pendidikan adalah mereka yang mengalami gangguan hambatan penglihatan yang
signifikan (berarti) sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Definisi yang didasarkan pada pendidikan dikemukakan oleh Barraga (1983)
bahwa anak yang mengalami ketidakmampuan melihat adalah anak yang mempunyai
gangguan atau kerusakan dalam penglihatannya. Sehingga menghambat prestasi
belajar secara optimal, kecuali jika dilakukan penyesuaian dalam metode-metode
penyajian pengalaman belajar, sifat-sifat bahan yang digunakan, dan atau
lingkungan belajar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi tunanetra secara legal sudah
merupakan aturan yang sah untuk menentukan seseorang tergolong tunanetra atau
tidak, seperti yang dikemukakan diatas. Namun definisi tunanetra dalam
pendidikan ialah mereka yang memiliki hambatan penglihatan secara signifikan (berarti)
walaupun telah dikoreksi atau diobati dengan penggunaan kacamata namun tetap masih
memiliki penglihatan yang kurang baik dari anak normal, yang kemudian terbagi
menjadi beberapa tingkatan menjadi low vision (kurang lihat) dan blind (buta), sehingga
mereka membutuhkan dan memerlukan pelayan pendidikan yang khusus dalam pembelajaran
untuk mengoptimalkan kemampuan prestasi belajar mereka dalam pendidikannya di
sekolah.
Kurang Lihat (Low Vision)
Faye
dalam samuel A.Kirk (1989 : 348) mendefinisikan orang yang kurang lihat (low
vision) sebagai orang yang meskipun sudah diperbaiki penglihatannya namun masih
lebih randah atau kurang dari normal tetapi penglihatanya dapat dipergunakan
secara berarti. Namun jika penglihatannya masih dapat diperbaiki, dikoreksi,
diobati dengan kacamata yang tepat seperti myopia dan hypermetropia lalu
bisa mengikuti pendidikan seperti anak yang lainnya dan bisa melihat seperti
anak normal pada jarak yang normal maka secara umum tidak dikelompokan dalam
tunanetra.
De
Mott (1982 : 272) mendefinisikan orang
yang kurang lihat adalah mereka yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan
sentral antara 20/70 dan 20/200 feet, maka membutuhkan bantuan khusus atau
modifikasi materi atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikannya di sekolah.
Buta (Blind)
Barraga dalam Samuel A.Kirk (1989 : 343) mengemukakan
bahwa orang uang buta memiliki persepsi sinar tanpa proyeksi(yang berarti
mereka merasakan adanya sinar tetapi tidak mampu untuk memproyeksi atau
mengidentifikasi sumber sinarnya) atau sama sekali tidak memiliki persepsi
sinar.
De
Mott (1982 : 272) mengemukakan bahwa istilah buta, diberikan kepada orang yang
sama sekali tidak memiliki penglihatan atau yang hanya memiliki persepsi
cahaya. Siswa yang buta akan diajarkan braile, maka membutuhkan bantuan khusus
atau modifikasi materi atau membutuhkan kedua-duanya dalam pendidikannya
disekolah.
Geraldine
T.Scholl (1986 : 26) mengemukakan bahwa orang yang memiliki kebutaan menurut
hukum (legal blindness) apabila ketajaman penglihatan sentralnya 20/200 feet
atau kurang pada penglihatan terbaiknya. setelah dikoreksi dengan kacamata atau
ketajaman penglihatan sentralnya lebih buruk dari 20/200 feet, serta ada
kerusakan pada lantang pandangnya membentuk sudut yang tidak lebih besar dari
20 derajat pada mata terbaiknya.
Istilah
buta yang sering digunakan masyarakat umum hendaknya tidak digunakan untuk
sebutan atau panggilan terhadap orang yang memiliki kelainan penglihatan,
tetapi hanya digunakan dalam pengelompokan untuk keperluan layanan pendidikan
yang sesuai dengan tingkat kemampuan penglihatan.
Ukuran
ketajaman penglihatan dalam ilmu medis diperoleh melalui tes dengan menggunakan
kartu snellen. Kartu snellen ada 3 macam : yaitu kartu bentuk E, bentuk Abjad,
bentuk gambar-gambar. Bentuk gambar-gambar dianggap kurang efektif karena tidak
semua gambar dikenal oleh anak-anak.
Akhir kata penulis menghimbau, tulisan diatas hanya sekedar tulisan singkat mengenai tunanetra dan golonganya oleh karena itu penulis mengharapkan untuk para pembaca dan pengutip untuk mencari bahan yang lebih baku dan bisa di jadikan acuan penulisan. Terima kasih.
Akhir kata penulis menghimbau, tulisan diatas hanya sekedar tulisan singkat mengenai tunanetra dan golonganya oleh karena itu penulis mengharapkan untuk para pembaca dan pengutip untuk mencari bahan yang lebih baku dan bisa di jadikan acuan penulisan. Terima kasih.
Sumber :
Wardani, I.G.A.K, 2010. “Pengantar
Pendidikan Luar Biasa”, Universitas Terbuka : Jakarta, 2010
0 komentar:
Posting Komentar