Autis kini sudah menjadi permasalahan gangguan
perkembangan yang mendalam di seluruh dunia, temasuk di Indonesia. Dikarenakan
jumlah anak autis yang semakin bertambah. Setiap tahun, angka kejadian autis
meningkat pesat. Data yang muncul di beberapa media menyebutkan bahwa pada
tahun 1987 rasio jumlah orang dengan autis adalah 1 : 5.000. Pada tahun 2007 di
AS menurut laporan Center for Disease Control memiliki rasio autis 1 :
150 (di antara 150 anak, ada satu anak autis). Tetapi informasi data dari website
lain menyatakan data dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika
Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini
naik 57 persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150
anak. Satu persen anak di sana kini menunjukan beberapa gejala autis,
seperti gangguan sosial, perilaku, bahasa, berkomunikasi, dan kemampuan
kognitif, mulai dari yang ringan sampai berat.
Sementara di Inggris
sendiri disebutkan rasionya yaitu 1 : 100. Di Canada dan Jepang pertambahan ini
mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di
simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dari data yang sudah muncul di
beberapa media terlihat semakin lama semakin meningkakat rasio jumlah anak dengan autis.
Data ini juga menguatkan temuan berbagai studi yang menyebutkan gejala autis
lebih sering terlihat pada anak laki-laki dibanding perempuan, dengan jumlah
perbandingan 4 : 1. Menurut data CDC ini, pada anak laki-laki prevelansinya
naik 60 persen dibanding dengan data tahun 2002. Sementara anak perempuanya
hanya 48 persen.
Di Indonesia,
peningkatan anak autis juga terlihat mesti tidak diketahui pasti berapa
jumlahnya karena pemerintah belum pernah malakukan survei. Namun dalam suatu
wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua
dari Yayasan Autis Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila
sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autis diperkirakan satu per 5.000
anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak” (Kompas : 2000). Tahun
2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang
autis di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat.
Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini
mencapai lebih dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata
sungguh-sungguh menyandang autis berserta spektrumnya.?
Berbagai studi
menyatakan naiknya jumlah anak autis bisa dijelaskan lewat luasnya
karakteristik yang dipakai untuk menentukan diagnosa anak autis serta
peningkatan akses informasi data pada kondisi autis. Meski begitu, masih ada
tanda tanya besar mengenai penyebab gangguan kondisi ini. Yang menarik untuk
diketahui adalah mengapa kini makin banyak anak yang menderita autis.? Yang
pasti jawabannya tidak sederhana karena banyak faktor yang terlibat di
dalamnya. Seperti adanya motode diagnosis yang kian berkembang, hampir
dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena autis akan semakin besar pula.
Jumlah tersebut diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini bebepa
penyebab autis masih misterius kebenarannya dan menjadi bahan perdebatan
diantara para ahli dan dokter di dunia.
Beberapa penelitian
menunjukkan, perubahan genetik merupakan penyebab gangguan autis. Namun beberapa
pakar menyatakan kurang yakin dengan penjelasan ini. “Bila kita melihat
peningkatan autis seperti ini, maka kita harus mulai mengarahkan fokus pada isu
lingkungan,” kata Dr.Thomas Insel, Direktur National Institute of Mental
Health. Sebagai contoh, perdebatan yang terjadi pada kemungkinan penyebab autis
yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield,
Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara
vaksinasi terutama MMR (measles, mumps, rubella) dan autis. Peneliti lainnya
membantah hasil penyelidikan tersebut tetapi beberapa orang tua anak penyandang
autis tidak puas dengan bantahan tersebut. “Jeane Smith (USA) bersaksi
didepan kongres Amerika : saya dan banyak orang tua anak penderita autis
percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari
vaksinasi”.
Akan tetapi banyak
pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh
hari sebelum bayi dilakirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini
dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan baberapa keluarga melalui gen autis.
Salah satu penelitian terbaru mengenai penyebab autis, menemukan para
penderita aurtis memiliki gen umum dengan variasi yang berbeda. Temuan gen
tersebut nantinya bisa memudahkan diagnosis dan mengembangkan terapi serta
pencegahan terjadinya autis pada anak.
Hasil penelitian
yang dipublikasikan dalam Journal Nature ini membandingkan gen dari
ribuan penderita autis dengan ribuan orang normal. Hasil dari penelitian menunjukan,
sebagian besar penderita autis memiliki variasi genetik dari DNA mereka yang
berpengaruh pada hubungan antarsel otak. Patricia Rodier, ahli embrio dari
Amerika bahwa kolerasi antara autis dan cacat lahir yang disebabkan oleh thailidomide
menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi awal 20 hari pada saat
pembentukan janin.
Para peneliti juga mengungkapan
adanya hubungan antara autis dengan “kesalahan kecil” pada segmen DNA yang
terdapat sel komunikasi di dalamnya. Peneliti lainnya, Mishew menemukan bahwa
pada anak yang terkena autis bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan
emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan
atau pada saat kelahiran bayi.
“Temuan ini bisa membuka
kesempatan untuk mencari tahu bagaimana mengatasi masalah pada fungsi dan
perkembangan sel otak yang dialami penderita autis,” kata Hakon
Hakonarson, kepala Center for Applied Genomics at Children’s Hospital di
Philadelphia, Amerika Serikat. Meskipun temuan tentang hubungan penyebab autis
dengan DNA bukan untuk pertama kalinya, sampai saat ini belum ditemukan cara
mencegahnya. Pada penelitian sebelumnya menemukan 65% penderita autis memiliki variasi
gen yaitu cadherin 10 dan cadherin 9. Gen tersebut mengontrol
molekul adhesi yang ada di otak dan peneliti memperkirakan hal itulah yang
menyebabkan autis.
Lalu, studi lainya
menemukan hubungan antara autis dengan materi gen yang mengandung ubiquitin.
Ubiquitin adalah protein yang terikat dengan molekul adhesi dan berhubungan
juga dengan sel otak. Karin Nelson, ahli neurology Amerika mengadakan
penelitian terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat
sempel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil, tetapi empat
sempel berikutnya mempunyai kedar protein otak tinggi ini berlkembang menjadi autis
dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autis terjadi sebelum kelahiran
bayi.
Saat ini orang tua
anak penyandang autis boleh merasa lega mengingat perhatian dari para peneliti dan
masyarakat di negara-negara besar dunia mengenai kelainan autis menjadi sangat
serius. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan
orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Dan juga, kemajuan teknologi
memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik
dan metabolik.
Akan tetapi teknologi
juga memungkin kan terjadinya autis pada anak. Khususnya pada sinyal WiFi,
sinyal Wi-Fi disinyalir bisa mempercepat perkembangan jumlah autis pada
anak-anak. Demikian ungkapan dalam sebuah studi yang dibesut oleh lembaga Australasian
Journal of Clinical Environmental Medicine. “Radiasi elektromagnetis dari Wi-Fi
kelihatanya menjebak unsur tertentu dalam otak dan menyebabkan gelaja autis
pada anak makin meningkat.”. Ungkap Dr.George Carlo, salah satu pembesut
studi ini seperti dikutip detikNet dari EeTimes, Kamis (29/11/2007). Sebelumnya,
Dr.George Carlo juga pernah meneliti bahwa penggunaan ponsel juga berpengaruh terhadap
meningkatnya angka anak yang menderita autis.
Kesimpulannya, dikarenakan
angka pertambahan autis yang terus bertambah setiap tahunnya serta beberapa
data di media internet masalah kasus belum pastinya dan cara pencegahannya penyebab
autis semakin berkelanjutan, dan memungkinkan untuk terus diteliti, sehingga
orang tua belum bisa menentukan tindakan preventif apa yang bisa dilakukan. Namun
para alhi berpendapat terapi terpadu sebaiknya langsung dilakukan begitu anak
didiagnosis autis. Dengan terapi terpadu, diharapkan kemampuan anak dalam
bersosialisasi dan berkomunikasi akan meningkat. Kerjasama yang erat antara
orangtua, terapis, dokter, psikologi, serta guru di sekolah sangat diperlukan agar
penanganan anak autis bisa lebih baik lagi.
Sumber :
http://bulansabitku.blogspot.com/2010/03/artikel-tentang-autis.html
http://hackz-zone.blogspot.com/2010/04/jumlah-anak-autis-semakin-bertambah.html
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/210-jumlah-anak-autis-meningkat
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/111-radiasi-wi-fi-bikin-anak-jadi-autis
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/205-temuan-gen-penyebab-autis
0 komentar:
Posting Komentar