REPUBLIKA.CO.ID, Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun. Wafatnya
pendiri Majelis Rasulullah, Habib Munzir Al Musawa menjadi kabar duka
usai wafatnya Ustaz Jefri Al Buchori beberapa waktu lalu.
Pada Ahad (15/9) sore, Habib Munzir dijemput Malaikat Izrail untuk bertemu Sang Khalik. Ratusan ribu pemuda yang berhasil diajaknya untuk mencintai Rasulullah pun menangis atas kepergiannya.
Perjalanan Habib Munzir hingga dapat membuat Majelis Rasulullah besar seperti sekarang bukan tanpa keringat.
Pada awal-awal perjalanan dakwahnya, Habib yang tutur katanya lembut ini menuturkan bagaimana perjuangan keras untuk mengajak warga mengenal Tuhan.
Dari kediamannya di Cipanas, pada tahun 1998, saat ia baru berusia 26 tahun, dia harus terjun dari rumah ke rumah. Waktu itu, yang mengikuti majelisnya hanya 3 - 6 orang. Setelah dari rumah ke rumah -- ia sampai harus menginap di Jakarta karena terlalu jauh untuk pulang ke Cipanas -- akhirnya meluas dari musala ke musala.
Berkat perjuangan yang gigih dan semata-mata lillahi taala, mejelisnya makin meluas. Musala menjadi tak cukup. Lalu pindah ke empat masjid besar, yaitu Masjid At-Taubah, Masjid At-Taqwa di Pasar Minggu, Masjid Al-Munawar di Pancoran, dan Pesantren Daarul Islah di Mampang, Jakarta Selatan.
Menurutnya, semakin banyaknya para pemuda yang mengikuti majelisnya, karena ia menekankan pada mereka tentang kasih sayang sesama umat seperti dicontohkan Rasulullah. Pendekatan demikian, katanya, sangat ampuh.
''Dari mereka yang tadinya sama sekali tak tertarik pada Islam, bahkan ada di antara mereka yang menjadi preman dan pecandu narkoba, berubah 180 derajat dan mau mengaji,'' tuturnya saat diwawancara Republika semasa hidupnya.
Sepintas, ketika menyaksikan Majelis Rasulullah SAW seperti majelis dzikir H Mohammad Arifin Ilham atau majelisnya Ustadz Haryono. Baik dalam tata cara berpakaian maupun sistem pengajiannya. Tapi yang sangat kontras adalah, di Majelis Rasulullah hampir seluruh jamaahnya adalah anak-anak muda.
''Memang selama majelis didirikan dua tahun lalu, sasaran saya adalah generasi muda. Agar figur Rasulullah benar-benar menjadi idola mereka,'' katanya.
Dengan makin pesatnya majelis taklim ini, kegiatannya ke daerah-daerah dan luar negeri hampir tidak mungkin dilakukan lagi.
Padahal dahulu, ia sering berdakwah di berbagai daerah, dan sudah punya kegiatan bulanan di Bali, Lombok, Madura, serta di beberapa tempat di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Secara keseluruhan, ia telah membina 99 majelis taklim di sekitar Jakarta dan di kota-kota besar di Jawa, Bali, dan Lombok.
Dia pun menyampaikan dakwah ke luar negeri yang dulu sering dilakukan kini hampir tidak mungkin dilaksanakan.Padahal, habib yang mendalami bidang fikih, terjemahan Alquran, ilmu hadis, dan tata bahasa Arab ini dulu sering berceramah di Singapura, Malaysia, dan Pathani (Thailand Selatan).
Di Singapura, ia memberikan ceramah di di hadapan umat Islam yang bekerja di Bandar Udara Changi. Anak kandung Fuad Abdurahman, mantan wartawan Berita Buana, kini hampir tiap hari waktunya dihabiskan untuk dakwah.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/09/15/mt64y9-mengenang-habib-munzir-awalnya-dakwah-dari-rumah-ke-rumah
Pada Ahad (15/9) sore, Habib Munzir dijemput Malaikat Izrail untuk bertemu Sang Khalik. Ratusan ribu pemuda yang berhasil diajaknya untuk mencintai Rasulullah pun menangis atas kepergiannya.
Perjalanan Habib Munzir hingga dapat membuat Majelis Rasulullah besar seperti sekarang bukan tanpa keringat.
Pada awal-awal perjalanan dakwahnya, Habib yang tutur katanya lembut ini menuturkan bagaimana perjuangan keras untuk mengajak warga mengenal Tuhan.
Dari kediamannya di Cipanas, pada tahun 1998, saat ia baru berusia 26 tahun, dia harus terjun dari rumah ke rumah. Waktu itu, yang mengikuti majelisnya hanya 3 - 6 orang. Setelah dari rumah ke rumah -- ia sampai harus menginap di Jakarta karena terlalu jauh untuk pulang ke Cipanas -- akhirnya meluas dari musala ke musala.
Berkat perjuangan yang gigih dan semata-mata lillahi taala, mejelisnya makin meluas. Musala menjadi tak cukup. Lalu pindah ke empat masjid besar, yaitu Masjid At-Taubah, Masjid At-Taqwa di Pasar Minggu, Masjid Al-Munawar di Pancoran, dan Pesantren Daarul Islah di Mampang, Jakarta Selatan.
Menurutnya, semakin banyaknya para pemuda yang mengikuti majelisnya, karena ia menekankan pada mereka tentang kasih sayang sesama umat seperti dicontohkan Rasulullah. Pendekatan demikian, katanya, sangat ampuh.
''Dari mereka yang tadinya sama sekali tak tertarik pada Islam, bahkan ada di antara mereka yang menjadi preman dan pecandu narkoba, berubah 180 derajat dan mau mengaji,'' tuturnya saat diwawancara Republika semasa hidupnya.
Sepintas, ketika menyaksikan Majelis Rasulullah SAW seperti majelis dzikir H Mohammad Arifin Ilham atau majelisnya Ustadz Haryono. Baik dalam tata cara berpakaian maupun sistem pengajiannya. Tapi yang sangat kontras adalah, di Majelis Rasulullah hampir seluruh jamaahnya adalah anak-anak muda.
''Memang selama majelis didirikan dua tahun lalu, sasaran saya adalah generasi muda. Agar figur Rasulullah benar-benar menjadi idola mereka,'' katanya.
Dengan makin pesatnya majelis taklim ini, kegiatannya ke daerah-daerah dan luar negeri hampir tidak mungkin dilakukan lagi.
Padahal dahulu, ia sering berdakwah di berbagai daerah, dan sudah punya kegiatan bulanan di Bali, Lombok, Madura, serta di beberapa tempat di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Secara keseluruhan, ia telah membina 99 majelis taklim di sekitar Jakarta dan di kota-kota besar di Jawa, Bali, dan Lombok.
Dia pun menyampaikan dakwah ke luar negeri yang dulu sering dilakukan kini hampir tidak mungkin dilaksanakan.Padahal, habib yang mendalami bidang fikih, terjemahan Alquran, ilmu hadis, dan tata bahasa Arab ini dulu sering berceramah di Singapura, Malaysia, dan Pathani (Thailand Selatan).
Di Singapura, ia memberikan ceramah di di hadapan umat Islam yang bekerja di Bandar Udara Changi. Anak kandung Fuad Abdurahman, mantan wartawan Berita Buana, kini hampir tiap hari waktunya dihabiskan untuk dakwah.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/09/15/mt64y9-mengenang-habib-munzir-awalnya-dakwah-dari-rumah-ke-rumah
Redaktur : A.Syalaby Ichsan | ||
Sumber : Harian Republika |
0 komentar:
Posting Komentar