Jumat, 20 Desember 2024

Pendidikan Inklusif: Membangun Sekolah yang Ramah bagi Semua

Di tengah upaya mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas, konsep pendidikan inklusif semakin menguat. Lebih dari sekadar menampung siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler, pendidikan inklusif merupakan sebuah filosofi dan praktik yang berupaya menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan akomodatif bagi semua anak, tanpa memandang latar belakang, kemampuan, atau kondisi fisik dan mental mereka.

Mengapa Pendidikan Inklusif Penting?

Pendidikan inklusif bukan hanya tentang hak asasi manusia, tetapi juga tentang menciptakan masyarakat yang lebih adil, toleran, dan inklusif. Beberapa alasan mengapa pendidikan inklusif sangat penting:

  • Kesetaraan dan Keadilan: Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, tanpa terkecuali. Pendidikan inklusif memastikan semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang sesuai potensinya.
  • Pengembangan Sosial dan Emosional: Berinteraksi dengan teman sebaya yang beragam membantu anak mengembangkan empati, toleransi, dan pemahaman terhadap perbedaan. Hal ini penting untuk membangun karakter dan kepribadian yang inklusif.
  • Peningkatan Prestasi Akademik: Penelitian menunjukkan bahwa siswa berkebutuhan khusus yang belajar di lingkungan inklusif cenderung menunjukkan peningkatan prestasi akademik dan sosial dibandingkan mereka yang belajar di lingkungan terpisah.
  • Mempersiapkan Masyarakat Inklusif: Pendidikan inklusif membantu mempersiapkan generasi muda untuk hidup dalam masyarakat yang beragam dan inklusif, di mana setiap individu dihargai dan diakui keberadaannya.

Tantangan dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

Meskipun konsepnya mulia, implementasi pendidikan inklusif di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, di antaranya:

  • Pemahaman yang Belum Merata: Konsep pendidikan inklusif belum sepenuhnya dipahami oleh semua pihak, termasuk guru, orang tua, masyarakat, dan bahkan siswa itu sendiri.
  • Kurangnya Sumber Daya: Ketersediaan guru khusus, fasilitas yang memadai, dan materi pembelajaran yang adaptif masih terbatas di banyak sekolah.
  • Sikap dan Persepsi Negatif: Stigma dan diskriminasi terhadap siswa berkebutuhan khusus masih terjadi di sebagian masyarakat, yang dapat menghambat implementasi pendidikan inklusif.
  • Kurikulum yang Belum Adaptif: Kurikulum yang ada seringkali belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang beragam.
  • Keterbatasan Kompetensi Guru: Sebagian guru belum memiliki kompetensi yang memadai untuk mengajar siswa dengan kebutuhan khusus.

Upaya Mewujudkan Sekolah Inklusif

Untuk mengatasi tantangan tersebut dan mewujudkan sekolah yang inklusif, dibutuhkan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak:

  • Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran: Melakukan sosialisasi dan edukasi yang intensif kepada semua pihak tentang konsep dan pentingnya pendidikan inklusif.
  • Pelatihan dan Pengembangan Kompetensi Guru: Memberikan pelatihan yang memadai kepada guru tentang strategi pembelajaran yang adaptif dan inklusif.
  • Penyediaan Sumber Daya yang Memadai: Meningkatkan ketersediaan guru khusus, fasilitas, dan materi pembelajaran yang dibutuhkan.
  • Pengembangan Kurikulum yang Adaptif: Menerapkan kurikulum yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar masing-masing siswa.
  • Kolaborasi dan Kemitraan: Membangun kerjasama dengan orang tua, masyarakat, lembaga terkait, dan profesional di bidang pendidikan inklusif.
  • Menciptakan Lingkungan yang Ramah dan Inklusif: Memastikan lingkungan sekolah fisik dan sosial aman, nyaman, dan mendukung semua siswa.
  • Membangun Sistem Pendukung: Sistem pendukung yang kuat berupa tim ahli, psikolog, atau terapis dapat membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

Kesimpulan

Pendidikan inklusif bukan sekadar program atau proyek, melainkan sebuah transformasi dalam cara kita memandang dan menyelenggarakan pendidikan. Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, kita dapat mewujudkan sekolah yang ramah bagi semua, di mana setiap anak merasa diterima, dihargai, dan berkesempatan untuk meraih potensi terbaiknya.

Referensi:

  1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (Berbagai sumber terkait Pendidikan Inklusif. Dapat diakses melalui website Kemendikbud).
  2. UNICEF Indonesia. (Berbagai publikasi terkait inklusi dalam pendidikan. Dapat diakses melalui website UNICEF Indonesia).
  3. https://itjen.kemdikbud.go.id/web/seberapa-penting-inklusivitas-di-sekolah/

Kamis, 19 Desember 2024

Mencegah Burnout Guru: Langkah Nyata untuk Meningkatkan Kesejahteraan Guru

Dibalik dedikasi dan semangat guru dalam mendidik generasi penerus bangsa, terdapat sebuah isu yang seringkali terabaikan: burnout. Kelelahan fisik dan mental yang melanda para pendidik ini bukan hanya berdampak pada individu guru itu sendiri, tetapi juga pada kualitas pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, mencegah burnout pada guru adalah langkah krusial untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Memahami Akar Permasalahan Burnout Guru

Burnout bukanlah sekadar kelelahan biasa. Ia merupakan sindrom stres kronis akibat pekerjaan yang ditandai dengan tiga dimensi utama: kelelahan emosional, depersonalisasi (merasa sinis atau acuh tak acuh terhadap siswa), dan penurunan pencapaian pribadi. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap burnout pada guru antara lain:

  • Beban Kerja yang Berlebihan: Guru seringkali dihadapkan pada tumpukan tugas administratif, persiapan mengajar, penilaian siswa, dan kegiatan ekstrakurikuler.
  • Tekanan dan Harapan yang Tinggi: Tuntutan untuk mencapai target kurikulum, memenuhi ekspektasi orang tua, dan menghadapi berbagai regulasi pendidikan dapat memicu stres.
  • Kurangnya Dukungan dan Apresiasi: Kurangnya dukungan dari pihak sekolah, rekan kerja, atau masyarakat, serta minimnya apresiasi terhadap kinerja guru, dapat memperparah burnout.
  • Lingkungan Kerja yang Kurang Kondusif: Kondisi kelas yang padat, fasilitas yang kurang memadai, atau hubungan interpersonal yang kurang harmonis di lingkungan sekolah dapat meningkatkan risiko burnout.
  • Konflik Peran: Guru seringkali dituntut untuk berperan sebagai pengajar, orang tua pengganti, konselor, dan bahkan penegak disiplin, yang dapat menimbulkan konflik peran dan kelelahan.

Dampak Buruk Burnout bagi Guru dan Pendidikan

Burnout tidak hanya berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental guru, seperti insomnia, sakit kepala, kecemasan, dan depresi, tetapi juga pada kualitas pembelajaran. Guru yang mengalami burnout cenderung:

  • Kurang Termotivasi: Kehilangan semangat dalam mengajar dan berinteraksi dengan siswa.
  • Kurang Efektif dalam Mengajar: Kesulitan dalam menyampaikan materi secara menarik dan interaktif.
  • Kurang Empati terhadap Siswa: Cenderung sinis dan kurang peduli terhadap kebutuhan siswa.
  • Meningkatnya Absensi: Sering absen karena sakit atau merasa tidak mampu untuk bekerja.

Langkah Nyata Mencegah Burnout dan Meningkatkan Kesejahteraan Guru

Mencegah burnout membutuhkan upaya kolektif dari berbagai pihak. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  • Manajemen Beban Kerja: Sekolah perlu mengevaluasi dan merasionalisasi beban kerja guru, serta memberikan dukungan administratif yang memadai.
  • Pengembangan Profesional: Menyediakan program pelatihan dan pengembangan profesional yang relevan untuk meningkatkan kompetensi dan motivasi guru.
  • Peningkatan Komunikasi dan Kolaborasi: Mendorong komunikasi yang terbuka dan kolaborasi yang positif antar guru, kepala sekolah, siswa, dan orang tua.
  • Penciptaan Lingkungan Kerja yang Mendukung: Menciptakan suasana kerja yang nyaman, harmonis, dan saling mendukung di lingkungan sekolah.
  • Program Kesejahteraan Guru: Menyediakan program-program yang mendukung kesehatan fisik dan mental guru, seperti fasilitas olahraga, konseling, atau kegiatan rekreasi.
  • Promosi Work-Life Balance: Mendorong guru untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta mengambil waktu istirahat yang cukup.
  • Pengakuan dan Apresiasi: Memberikan pengakuan dan apresiasi yang tulus terhadap dedikasi dan kinerja guru.
  • Konsultasi dan Dukungan Psikologis: Menyediakan akses bagi guru untuk berkonsultasi dengan psikolog atau profesional kesehatan mental jika diperlukan.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara konsisten, diharapkan angka burnout di kalangan guru dapat ditekan dan kesejahteraan mereka dapat meningkat. Guru yang sejahtera akan mampu memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi kemajuan pendidikan dan masa depan generasi penerus bangsa.

Referensi:

  1. Guruinovatif.id. Kenali Gejala Burn Out pada Guru dan Cara Mengatasinya. Diakses dari https://guruinovatif.id/@redaksiguruinovatif/kenali-gejala-burn-out-pada-guru-dan-cara-mengatasinya
  2. Kejarpena. 7 Cara Mencegah Burnout untuk Guru. Diakses dari https://blog.kejarcita.id/7-cara-mencegah-burnout-untuk-guru/
  3. Sahabat Guru. Mengatasi Burnout Dalam Dunia Pendidikan. Diakses dari https://sahabatguru.com/burnout-rintangan-berat-bagi-murid-dan-guru

Rabu, 18 Desember 2024

Literasi Digital: Keterampilan Wajib di Abad 21, Bagaimana Cara Mengajarnya?

Di era digital saat ini, teknologi telah merasuki hampir seluruh aspek kehidupan kita. Dari interaksi sosial hingga transaksi ekonomi, semuanya melibatkan teknologi digital. Konsekuensinya, literasi digital bukan lagi sekadar kemampuan tambahan, melainkan keterampilan wajib yang harus dimiliki setiap individu agar dapat berpartisipasi aktif dan produktif di masyarakat.

Mengapa Literasi Digital Penting?

Literasi digital melampaui sekadar kemampuan menggunakan komputer atau gawai. Ia mencakup kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, dan menciptakan informasi secara efektif dan etis dalam berbagai format digital. Lebih detailnya, literasi digital meliputi:

  • Kemampuan Teknis: Mengoperasikan perangkat digital, menggunakan aplikasi, dan memanfaatkan internet.
  • Pemahaman Kognitif: Kemampuan mencari, memilih, dan mengevaluasi informasi dari sumber digital secara kritis.
  • Kesadaran Sosial dan Etika: Memahami implikasi sosial dan etika penggunaan teknologi, termasuk privasi, keamanan online, dan netiquette.
  • Kreativitas dan Kolaborasi: Memanfaatkan teknologi untuk menciptakan konten digital dan berkolaborasi dengan orang lain secara online.

Tanpa literasi digital yang memadai, seseorang berisiko tertinggal dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga interaksi sosial. Literasi digital membekali individu untuk:

  • Mengakses Informasi dan Pengetahuan: Mencari informasi yang relevan, membedakan informasi yang benar dan salah (hoaks), serta memanfaatkannya untuk pengembangan diri.
  • Berkomunikasi dan Berkolaborasi: Berinteraksi secara online dengan efektif dan etis, serta bekerja sama dalam proyek digital.
  • Berpartisipasi dalam Ekonomi Digital: Melakukan transaksi online dengan aman, memanfaatkan peluang kerja di bidang teknologi, dan berinovasi menciptakan solusi digital.
  • Melindungi Diri dari Risiko Online: Menghindari penipuan, perundungan siber ( cyberbullying), dan pelanggaran privasi di dunia maya.

Tantangan dalam Mengajarkan Literasi Digital

Mengajarkan literasi digital bukan tanpa tantangan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain:

  • Kesenjangan Akses: Tidak semua siswa memiliki akses yang sama terhadap perangkat digital dan internet. Hal ini menciptakan kesenjangan digital yang perlu diatasi.
  • Kurangnya Pemahaman Guru: Sebagian guru mungkin belum sepenuhnya memahami konsep literasi digital dan cara mengintegrasikannya dalam pembelajaran.
  • Perkembangan Teknologi yang Pesat: Teknologi terus berkembang dengan cepat, sehingga kurikulum dan metode pengajaran perlu diperbarui secara berkala.
  • Masalah Keamanan dan Etika Online: Mengajarkan siswa tentang privasi, keamanan online, dan etika berinteraksi di dunia maya membutuhkan pendekatan yang komprehensif.

Strategi Efektif Mengajarkan Literasi Digital

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan strategi pengajaran yang efektif dan inovatif, antara lain:

  • Integrasi dalam Kurikulum: Literasi digital tidak boleh diajarkan sebagai mata pelajaran terpisah, tetapi diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran.
  • Pembelajaran Berbasis Proyek: Siswa dapat belajar literasi digital melalui proyek-proyek yang melibatkan penggunaan teknologi, seperti membuat presentasi multimedia, blog, atau video edukasi.
  • Pendekatan Kolaboratif: Melibatkan siswa dalam diskusi, debat, dan kegiatan kelompok untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kolaborasi online.
  • Pelatihan bagi Guru: Memberikan pelatihan yang memadai bagi guru tentang literasi digital dan cara mengintegrasikannya dalam pembelajaran.
  • Kerjasama dengan Orang Tua dan Masyarakat: Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam mendukung pembelajaran literasi digital di rumah dan di lingkungan sekitar.
  • Penggunaan Studi Kasus: Menganalisis kasus nyata terkait dampak positif dan negatif penggunaan teknologi. Hal ini juga dapat membantu siswa memahami pentingnya keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari. (Merujuk pada point pengajaran kasus nyata pada result pencarian no. 2)

Kesimpulan

Literasi digital adalah fondasi penting bagi kesuksesan di abad 21. Mengajarkannya membutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, mulai dari guru, siswa, orang tua, hingga pemerintah. Dengan membekali generasi muda dengan literasi digital yang memadai, kita mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital.

Referensi:

  1. Jurnal Seminar Nasional. (2023). LITERASI DIGITAL: PENTINGNYA KETERAMPILAN ABAD KE-21. Universitas PGRI Palembang. https://semnas.univpgri-palembang.ac.id/index.php/prosidingpps/article/download/426/313/708
  2. Guruinovatif.id. Menghadapi Era Digital : Meningkatkan Kemampuan Literasi Digital di Kalangan Siswa dan Guru. https://guruinovatif.id/artikel/menghadapi-era-digital-meningkatkan-kemampuan-literasi-digital-di-kalangan-siswa-dan-guru
  3. Kompas.id. (2021). Literasi Abad Ke-21. https://www.kompas.id/baca/opini/2021/07/27/literasi-abad-ke-21

Selasa, 17 Desember 2024

Pandemi Mengubah Segalanya: Dampak Jangka Panjang terhadap Pendidikan

Dunia dikejutkan oleh pandemi COVID-19, sebuah krisis kesehatan global yang tak hanya merenggut jutaan nyawa, tetapi juga mengubah tatanan kehidupan di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Penutupan sekolah secara massal dan penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi sebuah keniscayaan, memaksa sistem pendidikan untuk beradaptasi dengan cepat. Namun, lebih dari sekadar perubahan sementara, pandemi telah meninggalkan dampak jangka panjang yang signifikan terhadap wajah pendidikan global.

Disrupsi Pembelajaran dan Munculnya Tantangan Baru

Peralihan mendadak ke PJJ telah mengungkap berbagai tantangan yang sebelumnya kurang disadari. Akses internet dan perangkat digital yang tidak merata menciptakan kesenjangan digital, di mana siswa dari keluarga kurang mampu kesulitan mengakses materi pembelajaran. Interaksi sosial yang biasanya terjadi di ruang kelas pun hilang, berdampak pada perkembangan sosial dan emosional siswa.

Beberapa dampak signifikan yang muncul akibat pandemi dan penerapan PJJ, antara lain:

  • Learning Loss (Kehilangan Pembelajaran): Penutupan sekolah dan PJJ yang kurang efektif menyebabkan hilangnya kesempatan belajar bagi siswa. Banyak siswa yang mengalami kemunduran dalam penguasaan materi pelajaran, terutama pada mata pelajaran inti seperti matematika dan membaca.
  • Kesenjangan Pendidikan yang Melebar: Pandemi memperburuk kesenjangan pendidikan yang sudah ada sebelumnya. Siswa dari keluarga miskin dan daerah terpencil semakin tertinggal karena keterbatasan akses terhadap teknologi dan dukungan belajar di rumah.
  • Dampak Psikologis: Ketidakpastian, isolasi sosial, dan tekanan akademik selama pandemi berdampak negatif pada kesehatan mental siswa dan guru. Banyak yang mengalami stres, kecemasan, dan depresi.
  • Perubahan Peran Guru: Guru dituntut untuk menguasai teknologi dan metode pembelajaran daring yang baru. Peran mereka tidak lagi hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator, motivator, dan konselor bagi siswa.

Dampak Jangka Panjang yang Perlu Diantisipasi

Dampak pandemi terhadap pendidikan tidak akan hilang begitu saja seiring dengan meredanya pandemi. Beberapa dampak jangka panjang yang perlu diantisipasi antara lain:

  • Penurunan Kualitas Sumber Daya Manusia: Learning loss yang terjadi selama pandemi berpotensi menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Hal ini dapat berdampak pada produktivitas ekonomi dan daya saing bangsa.
  • Meningkatnya Angka Putus Sekolah: Krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi memaksa banyak keluarga untuk memprioritaskan kebutuhan ekonomi di atas pendidikan anak. Hal ini dapat meningkatkan angka putus sekolah, terutama di kalangan keluarga miskin.
  • Perubahan Paradigma Pendidikan: Pandemi memaksa kita untuk merefleksikan kembali paradigma pendidikan yang selama ini dianut. Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran dan fleksibilitas dalam sistem pendidikan menjadi semakin penting.

Menuju Pemulihan dan Transformasi Pendidikan

Pemulihan dan transformasi pendidikan pascapandemi membutuhkan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Mengatasi Learning Loss: Program remedial dan bimbingan belajar perlu digalakkan untuk membantu siswa mengejar ketertinggalan pembelajaran.
  • Memperkuat Infrastruktur Digital: Investasi dalam infrastruktur digital dan pelatihan bagi guru dan siswa perlu ditingkatkan untuk memastikan akses yang merata terhadap teknologi dan pembelajaran daring.
  • Meningkatkan Kualitas Guru: Program pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru perlu ditingkatkan untuk membekali mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan pendidikan di era digital.
  • Membangun Ketahanan Sistem Pendidikan: Sistem pendidikan perlu dibangun agar lebih tangguh dan adaptif terhadap krisis di masa depan.

Pandemi COVID-19 telah menjadi momentum penting untuk merefleksikan dan mentransformasi sistem pendidikan. Dibutuhkan kolaborasi dan inovasi dari semua pihak untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan tantangan zaman.

Referensi:

  1. OECD. (2021). The impact of COVID-19 on education: Insights from Education at a Glance 2021. OECD Publishing.
  2. UNICEF. (2021). The impact of COVID-19 on education. UNICEF DATA. https://repository.unika.ac.id/16295/4/13.70.0019%20%20Rosa%20%20-%20BAB%20III.pdf (Perlu diperbarui dengan tautan spesifik jika ada).
  3. World Bank. (2020). The COVID-19 pandemic: Shocks to education and policy responses. World Bank.

Senin, 16 Desember 2024

Sekolah Ramah Anak: Lebih dari Sekedar Label

Di tengah hiruk pikuk reformasi pendidikan, istilah "Sekolah Ramah Anak" (SRA) kerap terdengar. Spanduk dan plakat bertuliskan SRA menghiasi gerbang sekolah, seolah menjadi jaminan mutu sebuah institusi pendidikan. Namun, pertanyaannya, apakah label tersebut sekadar hiasan atau benar-benar mencerminkan realitas di lapangan?

Konsep SRA jauh melampaui sekadar bebas dari kekerasan fisik. Ia merangkum lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif, dan mendukung perkembangan optimal setiap anak. Ini berarti menciptakan ruang di mana anak merasa dihargai, didengar, dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perundungan ( bullying).

Urgensi Menciptakan Lingkungan Sekolah yang Kondusif

Mengapa lingkungan sekolah yang kondusif begitu penting? Sekolah bukan hanya tempat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga rumah kedua bagi anak. Di sanalah mereka menghabiskan sebagian besar waktunya, berinteraksi dengan teman sebaya dan guru, serta membentuk karakter dan kepribadian.

Lingkungan sekolah yang positif berkontribusi signifikan terhadap:

  • Kesejahteraan Psikologis: Anak yang merasa aman dan nyaman di sekolah cenderung lebih bahagia, termotivasi untuk belajar, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
  • Perkembangan Sosial: Interaksi positif dengan teman dan guru membantu anak mengembangkan keterampilan sosial, seperti empati, kerjasama, dan komunikasi efektif.
  • Prestasi Akademik: Lingkungan belajar yang kondusif meminimalkan stres dan gangguan emosional, sehingga anak dapat fokus pada pembelajaran dan mencapai potensi akademiknya.
  • Pencegahan Kekerasan: SRA yang diimplementasikan dengan baik dapat mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah, baik fisik, psikis, maupun seksual.

Upaya yang Telah Dilakukan dan Tantangan yang Dihadapi

Pemerintah Indonesia telah berupaya menggalakkan SRA melalui berbagai kebijakan dan program. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjadi garda terdepan dalam mengawal implementasi SRA di seluruh Indonesia. Berbagai pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan diberikan kepada sekolah-sekolah untuk mewujudkan SRA.

Namun, implementasi SRA tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai tantangan masih menghadang, di antaranya:

  • Pemahaman yang Belum Merata: Konsep SRA belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh komponen sekolah, termasuk guru, staf, siswa, dan orang tua.
  • Infrastruktur yang Belum Memadai: Banyak sekolah yang masih kekurangan fasilitas yang mendukung SRA, seperti toilet bersih, ruang UKS yang memadai, dan fasilitas bermain yang aman.
  • Keterbatasan Sumber Daya: Implementasi SRA membutuhkan sumber daya yang memadai, baik finansial maupun sumber daya manusia yang terlatih.
  • Budaya Sekolah yang Belum Mendukung: Beberapa sekolah masih memiliki budaya yang kurang mendukung SRA, seperti praktik hukuman fisik atau verbal yang dianggap sebagai bentuk disiplin.

Lebih dari Sekadar Label

SRA bukan sekadar label yang ditempel di gerbang sekolah. Ia adalah komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak Indonesia. Dibutuhkan sinergi dari seluruh pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, guru, orang tua, masyarakat, dan yang terpenting, partisipasi aktif dari anak-anak itu sendiri.

Referensi:

  1. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (n.d.). Sekolah Ramah Anak. Diakses dari https://www.kemenpppa.go.id/ (Perlu diperbarui dengan tautan spesifik jika ada).
  2. Save the Children. (2015). Laporan Situasi Anak di Indonesia 2015. Jakarta: Save the Children.
  3. UNICEF Indonesia. (n.d.). Pendidikan. Diakses dari [URL yang tidak valid dihapus] (Perlu diperbarui dengan tautan spesifik jika ada).

Sabtu, 14 Desember 2024

Kurikulum Merdeka: Sudahkah Siap Diterapkan?

Kebijakan Merdeka Belajar dengan Kurikulum Merdekanya menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun, seberapa siapkah kita untuk menerapkan kurikulum yang digadang-gadang sebagai solusi bagi permasalahan pendidikan kita? Mari kita telusuri lebih dalam implementasi Kurikulum Merdeka, tanggapan berbagai pihak, dan dampaknya terhadap kualitas pendidikan.

Kurikulum Merdeka: Harapan Baru atau Beban Tambahan?

Kurikulum Merdeka menawarkan fleksibilitas yang lebih besar bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan lingkungan sekolah. Beberapa poin utama dalam Kurikulum Merdeka adalah:

  • Pengembangan Profil Pelajar Pancasila: Kurikulum ini menekankan pembentukan karakter siswa yang berakhlak mulia, berkebinekaan global, dan bergotong royong.
  • Fleksibilitas dalam memilih materi: Sekolah memiliki kebebasan dalam memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
  • Pembelajaran yang berpusat pada siswa: Kurikulum Merdeka mendorong pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Dampak terhadap Kualitas Pendidikan

Implementasi Kurikulum Merdeka diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Beberapa dampak positif yang diharapkan adalah:

  • Meningkatkan motivasi belajar siswa: Pembelajaran yang lebih menarik dan relevan dengan kehidupan siswa dapat meningkatkan motivasi belajar.
  • Mengembangkan kompetensi abad 21: Kurikulum Merdeka mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas.
  • Menghasilkan lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan: Lulusan yang memiliki profil pelajar Pancasila diharapkan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Tantangan dan Solusi

Meskipun menawarkan banyak potensi, implementasi Kurikulum Merdeka juga menghadapi beberapa tantangan, seperti:

  • Kesediaan guru: Tidak semua guru siap dengan perubahan paradigma pembelajaran.
  • Infrastruktur yang belum memadai: Beberapa sekolah masih kekurangan sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran aktif.
  • Kurangnya sosialisasi: Informasi tentang Kurikulum Merdeka belum sampai ke semua pihak secara merata.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah:

  • Pelatihan guru secara berkelanjutan: Guru perlu diberikan pelatihan yang intensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensinya.
  • Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai: Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang cukup untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana sekolah.
  • Sosialisasi yang lebih intensif: Informasi tentang Kurikulum Merdeka perlu disebarluaskan secara masif kepada semua pihak.

Kesimpulan

Kurikulum Merdeka merupakan langkah maju dalam reformasi pendidikan Indonesia. Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada kesiapan semua pihak. Dengan dukungan dan kerja sama yang baik, Kurikulum Merdeka dapat menjadi tonggak sejarah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Jumat, 13 Desember 2024

Merangkul Generasi Alpha: Strategi Mengajar Anak-Anak di Era Digital

Generasi Alpha, anak-anak yang lahir setelah tahun 2010, tumbuh dalam lingkungan yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka lahir di era digital, akrab dengan gadget sejak usia dini, dan memiliki cara belajar yang unik. Bagaimana cara kita, para pendidik, memahami dan mendidik generasi ini?

Karakteristik Generasi Alpha

Generasi Alpha memiliki beberapa karakteristik yang menonjol, antara lain:

  • Digital Native: Mereka lahir dan tumbuh dengan teknologi. Gadget dan internet adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
  • Kreatif dan Inovatif: Generasi Alpha memiliki imajinasi yang sangat kaya dan terbiasa berpikir di luar kotak.
  • Individualis: Mereka menghargai kebebasan dan kemandirian.
  • Fokus pada pengalaman: Generasi Alpha lebih tertarik pada pengalaman langsung daripada teori belaka.

Tantangan dalam Mendidik Generasi Alpha

Mendidik generasi Alpha tentu saja menghadirkan tantangan tersendiri. Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh para pendidik adalah:

  • Perhatian yang pendek: Generasi Alpha memiliki rentang perhatian yang pendek dan mudah terdistraksi oleh gadget.
  • Kebutuhan akan pembelajaran yang personal: Setiap anak generasi Alpha memiliki gaya belajar yang berbeda, sehingga perlu pendekatan yang lebih personal.
  • Ketergantungan pada teknologi: Terlalu sering menggunakan gadget dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional anak.

Pendekatan Pembelajaran yang Efektif

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan pendekatan pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan karakteristik generasi Alpha. Beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah:

  • Pembelajaran berbasis proyek: Libatkan siswa dalam proyek-proyek yang menarik dan relevan dengan kehidupan mereka. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
  • Pemanfaatan teknologi: Manfaatkan teknologi sebagai alat bantu pembelajaran. Game edukasi, aplikasi pembelajaran, dan video pembelajaran dapat membuat proses belajar lebih menyenangkan.
  • Fokus pada pengembangan soft skills: Selain hard skills, generasi Alpha juga perlu mengembangkan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas.
  • Pembelajaran yang berpusat pada siswa: Libatkan siswa dalam proses pembelajaran. Biarkan mereka aktif bertanya, berdiskusi, dan menemukan jawaban sendiri.

Kesimpulan

Mendidik generasi Alpha merupakan tantangan yang sekaligus juga merupakan peluang. Dengan memahami karakteristik mereka dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat, kita dapat membantu generasi Alpha tumbuh menjadi individu yang cerdas, kreatif, dan siap menghadapi masa depan.

Referensi:

  1. Sinotif: Mengenali Metode Belajar Efektif untuk Generasi Alpha. https://www.sinotif.com/berita-acara/berita-artikel/detail/mengenali-metode-belajar-efektif-untuk-generasi-alpha
  2. Fkip Unsa: Membangun Generasi Alpha Melalui Pembelajaran Efektif. https://fkip.esaunggul.ac.id/membangun-generasi-alpha-melalui-pembelajaran-efektif/
  3. Dinas Pendidikan: Rahasia Mendidik Anak Generasi Alpha. https://disdik.hsu.go.id/2024/10/21/rahasia-mendidik-anak-generasi-alpha/

Sabtu, 07 Desember 2024

85 Jam di Pekanbaru (Game dan CFD) - bagian 2

Tulisan ini pertama kali dibuat bulan April 2016 oleh Rahayu Wulandari

Hai hooo

Buat yang komen di postingan kemarin dan nanya ‘udah jadian apa belum’, percaya deh gaes. Gue dan Darma nggak pacaran. Hehehee
Kita pure temen deket. Deket bangetlah pokoknya. Darma anaknya nyambung diajak ngobrol. Apalagi kalo ngobrolin dada dan paha. Nyambung banget.
Buat yang doain langgeng, gue cukup mengamininya. Langgeng pertemanannya. Hehheeew

Untuk kedepannya, jodoh siapa yang tau :))

Next kelanjutan cerita 85 jam di Pekanbaru.


                                             

 Sabtu, 26 Maret 2016

Di pagi hari ini, gue sarapan nggak sendiri. Gue sarapan ditemani oleh  Darma. Yaa meskipun Darma sesekali bilang, ‘’ Nasi gorengnya asin. ‘’
Padahal yang bikin nasgornya Ibu. Ini maksudnya Ibu gue pengen kawin lagi gitu? Yawlaaa
Menurut gue, sebenernya nggak terlalu asin sih. Mungkin lidah Darma belum terbiasa aja dengan masakan Ibu yang orang Padang atau masakan khas Melayu di sini.
Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul setengah delapan. Gue pamit berangkat kerja dan Darma melepas gue berangkat kerja dengan berdiri di depan pintu.

INI NGAPA KEBALIK.
KOK LAKI-LAKI YANG NGELEPAS PEREMPUAN PERGI KERJA.


Seperti biasa, di hari Sabtu, jam kerja gue hanya setengah hari. Setelah sampai rumah, gue langsung mandi, zuhuran dan makan. Baru saja gue menyudahi makan siang, tiba-tiba Darma mengirim sms ke gue.

  ‘’ Gue ke rumah ya. ‘’

Tidak sampai lima menit, Darma sudah hadir di depan pintu rumah gue.

Siang itu, gue dan Darma saling bertukar cerita. Aneh rasanya. Yang biasanya handphone gue bising, super rame, kali itu mendadak hening. Siang itu benda kecil yang biasanya gue genggam selalu, tergeletak begitu saja di atas meja dan sama sekali tak mengeluarkan suara notif apapun.

Hari itu, pegel di jari gue akibat keseringan chat, kini berpindah ke mulut.
Terlalu banyak cerita yang ingin kita utarakan. Terlalu banyak gelak tawa yang keluar dari masing-masing mulut kita.

Sampai pada akhirnya, Darma mengusulkan sebuah game. Menulis satu kata dengan jari di punggung. Punggung siapa? Punggung pak lurah.
Dengan peraturan, kalo yang kalah harus dicemongin dengan bedak.
Sebelumnya gue takut kalo itu hanya modus Darma untuk menjepret tali beha gue.
Ditambah lagi, permainannya dimulai dari gue. Tuhkan, kenapa harus dari gue coba. Keliatan banget kan modusnya Darma.
Sampai akhirnya Darma berkata, ‘’ Gue nulis hurufnya di sini aja deh. Ntar kena beha lu. ‘’

Alhamdulillah.  #DarmaNaqBaik
Darma memilih untuk menulis kata dengan jarinya di bagian punggung bawah gue.

Sampai skors  akhir menunjukkan angka 3-5.
Dan itu terlihat dari tiga cemong bedak di muka gue, dan banyak cemong bedak di muka Darma. Hohohhoo


Kamera gue butek. :( maapkeun
                                    


Darma keliatan kayak anak-anak balita yang habis mandi sore-sore, trus mukanya dicemongin bedak sama emaknya. Tinggal disuapin nasi pake telor dadar aja nih. Udah. Percis.


Dari permainan itu, gue bisa mengambil kesimpulan bahwa,
 ‘’ Punggung gue ternyata lebih peka daripada punggung Darma. ‘’

Okesip.

Malam harinya, Darma datang lagi ke rumah gue. Ini kalo Jakarta bisa pindah ke belakang rumah gue. Darma bisa tiap jam datang ke rumah. Ehhehew.
Malam itu kita kembali saling bercerita. Mengobrol banyak tentang apa saja.
Sampai akhirnya Darma berkata, ‘’ Ini kalo jam segini, biasanya kita telfonan yak. ‘’

Gue diem.

Terharu.

Iya, biasanya setiap malam minggu, Darma menelfon gue.
Kasihan aja lihat jomblo kayak Darma kesepian di malam minggu. Mau nggak mau, gue ngangkat telfonnya. Itung-itung sekalian ngilangin kesepian gue sebagai jomblo.


Malam itu, kita bercerita banyak hingga jam menunjukkan pukul sepuluh malam.



Minggu, 27 Maret 2016


Di Minggu pagi ini, Ayah Darma berpamitan untuk balik ke Jakarta. Dikarenakan besok Senin, Ayah Darma harus kembali bekerja. Setelah selesai bersalaman, Om gue mengantar Ayah Darma untuk menunggu mobil umum yang akan membawanya menuju bandara.Dan di hari ini pula, kakak gue mengajak gue untuk ikut CFD bareng. Gue, Darma dan Nova, adik gue. Kita berempat berangkat dengan dua motor.Jujur, gue nggak pernah ikut CFD. Gue juga nggak tau apa itu CFD. Yang gue tau hanya CFC. Enak. Bikin perut kenyang.Selesai sarapan, kita berempat langsung cus menuju lokasi.

Berhubung Darma baru bisa naik motor, jadi gue dan Ibu masih agak ragu untuk membiarkannya membonceng gue di jalan raya. Alhasil, hari itu gue yang membonceng Darma.
Kang ojek banget gue ya.
Ini kalo ada FTVnya, pasti bakal dikasih judul, ‘Cantik cantik kok ngojek?’

Pagi itu jalanan masih sepi. Cuaca yang mendung menahan agar cahaya matahari pagi itu tidak terlihat.

  ‘’ Jangan kencang dong bawa motornya, ‘’ protes sebuah sahutan suara dari belakang yang membuat gue reflek menurunkan kecepatan motor.

  ‘’ Kenapa? ‘’

  ‘’ Dingin tau. ‘’


Yawlaaa gue mau nangis.

  '' Dingin ya? '' tanya gue.

  '' Iya. ''

  '' LEMAH LU. '' 

Selama di perjalanan, gue bolak-balik memperbaiki posisi baju belakang dan jilbab gue yang terbang-terbang akibat hembusan angin pagi.

  ‘’ Lu kenapa? ‘’ tanya Darma sok perhatian.

  ‘’ Ini baju gue kebuka mulu. ‘’

Entah habis dapat hidayah apa, Darma langsung memperbaiki baju dan memegangi ujung baju gue agar tidak terbuka lagi kena angin.

Leh uga modus Darma.


***


Sesampainya di lokasi CFD, Darma tiba-tiba membuka suara dengan, ‘’ Ini toiletnya di mana ya? ‘’


LAH DIKATA INI MALL ADA TOILET SEGALA.

Untungnya, di dekat lokasi CFD, ada taman kota yang baru dibangun. Dan gue baru ingat kalo di taman itu ada toilet umum. Gue dan Nova akhirnya mengantarkan Darma ke toilet umum.
Beberapa menit setelah Darma menuntaskan tugas sucinya, gue langsung menyuruh Nova untuk memotret foto kami berdua.

Iya. Memang itu tujuan gue membawa Nova. Jadi kang foto.
Gue kakak yang cerdas. 


                                              


Sekali-sekali foto bareng kang foto.



Beberapa menit setelah itu, senam sudah akan dimulai. Gue dan Darma langsung buru-buru mengambil barisan di paling belakang. Sementara Nova? Nova hanya duduk manis sambil mengotak-atik handphone gue.

Di sela-sela gerakan senam yang dipimpin oleh dua orang perempuan instruktur senam, terjadi sebuah obrolan. 

Darma   : Itu kira-kira instruktur senamnya pake beha nggak ya?
Gue       : Hmm kayaknya pake deh


OBROLAN MACAM APA INI!


Seperti anak alay pada umumnya, di sela-sela gerakan senam, Darma mengeluarkan handphonenya dan CEKREK. 


                                          


Muka songong kami yang seolah berkata kami-anak-sehat-loh-rajin-olahraga tersimpan di handphone Darma.
Padahal mah sehat paan. Ini gue baru pertama kali ikut CFD.

Selesai CFD, Gue, Nova dan Darma memutuskan untuk membeli minum. Saat di perjalanan hendak membeli minum, sayup-sayup gue mendengar suara Darma, ‘’ Behanya cantik. ‘’

Ini Darma minta diseret ke bandara dan dipulangkan ke Jakarta banget. Bikin gue kaget aja.

Gue langsung refleks melihat bahu gue. Iya. Ainouw. Jilbab gue terangkat kena angin. Tali beha pink gue terpampang penuh pesona. Gue langsung buru-buru menutupnya dengan memperbaiki posisi jilbab gue.

Setelah selesai membeli minum, gue mengajak Darma untuk duduk-duduk lucu di hutan kota. Darma yang duduk, gue yang lucu.
Di sana, gue menantang Darma untuk lomba jalan cepat dengan melepas sepatu di atas batu-batu koral yang ditancep di jalan setapak. Kayal batu koral yang untuk refleksi gitu. Apa ya namanya. Pokoknya itu deh.
Baru jalan dua langkah, gue langsung merasa sakit. Sementara Darma anteng-anteng aja jalan di depan gue.
Ternyata saat melangkah di batu koral, gue nggak sengaja lihat mantan jalan sama gebetan barunya. Duh sakit.

Enggak deng.

Tapi beneran deh, jalan di jalan setapak yang penuh dengan batu koral itu susah. Nggak kebayang ntar kalo jalan di jembatan shiratal mustaqim. Allahuakbar!

Akhirnya tantangan gue diterima oleh Darma.
Lagi dan lagi, Nova dengan sangat amat baik menjalankan tugasnya. Nova merekam kegiatan absurd gue dan Darma.
Pokoknya di tantangan itu, DARMA CURANG!
Dia ngambil jalur jalan gue. Curang. Minta dirajam banget.


Ini kalo gue mau bikin Paguyuban Merajam Darma, kira-kira ada yang mau ikut nggak ya?


Pokoknya siapa yang ikut = 1 foto ka'bah dengan tulisan '' like yang mau bawa orangtuanya ke sini. Amin ''

Jumat, 06 Desember 2024

85 Jam di Pekanbaru (Selamat Datang) - bagian 1

Tulisan ini pertama kali dibuat bulan Maret 2016 oleh Rahayu Wulandari

Di pertengahan bulan Agustus tahun lalu, gue berkenalan dengan seorang lelaki melalu dunia maya. Lelaki itu seorang blogger. Hmm mungkin diantara teman-teman sudah ada yang tau dengan lelaki tersebut. Ia juga sempat meramaikan kotak komentar di blog ini dengan berbalas komentar yang super aneh. Yang anehnya gue dengan senang hati membalas komentar anehnya. Berarti gue yang lebih aneh. Okesip.

Chat yang awalnya hanya bermula di hangout gmail perlahan beralih pada chat line.
Gue mulai mengenal siapa dia dan bagaimana kesehariannya. Tak jarang di setiap harinya kami selalu berbagi cerita yang kami alami masing-masing. Cerita apapun itu. Mulai dari cerita ngeselin, cerita bahagia, cerita random, cerita kebegoan masing-masing, cerita nggak penting, cerita nggak penting yang sebenernya nggak penting untuk diceritain, cerita nggak penting dan nggak ada faedahnya sama sekali dan berbagai cerita absurd lainnya.

Semenjak kenal dengan lelaki itu, gue perlahan mulai membuka diri. 

Jujur, gue seorang introvert. Meskipun di dalam lingkup keluarga sendiri. Gue nggak bakal membuka mulut dan cerita apapun tanpa ada yang bertanya. Gue nggak bakal berani membuka sebuah obrolan tanpa ada yang mendahului. Gue nggak bisa mengangkat topik pembicaraan untuk dijadikan bahan obrolan. Gue nggak bisa.
Apapun yang gue alami, gue selalu memendam itu sendirian. Gue nggak berani bercerita ke Ayah Ibu di rumah. Baik itu hal yang menyenangkan maupun tidak.

Karena itu, gue lebih memilih untuk menulis apa yang gue rasakan, unek-unek amarah  pada sebuah binder cokelat milik gue.

Gue nggak pernah punya teman cerita.
Maksudnya, gue nggak pernah punya teman yang bisa menerima segala cerita gue dengan respon yang menurut gue nyaman.

Dan dengan lelaki itu, gue mulai menyibakkan diri dari sosok Wulan yang introvert. Gue dengan mudahnya bercerita apapun dengan lelaki itu. Ada perasaan lega setiap kali gue selesai bercerita dan mendapatkan respon darinya. Lega kayak habis boker di jamban.

Itu artinya dia jamban. Eh enggak gitu.

Tapi memang iya sih. Jamban.


Gue nggak pernah menemukan teman ngobrol yang bisa senyaman ini. Apakah ini yang dinamakan teman-ngobrol-nyaman-zone?
HALAH.


Dengan beberapa lelaki yang pernah hadir mengisi hati gue sebelum pada akhirnya mereka tidak hanya mengisi tetapi juga menyakiti. Tsadeeesst.
Gue nggak pernah bisa seterbuka itu dengan para mantan gue yang pernah khilaf jadi pacar gue ketika itu. Hanya sebatas, kamu pacar aku dan aku pacar kamu. Hanya itu. Gue nggak pernah bercerita banyak tentang keseharian gue dengan mereka.
Iya. Gue seaneh itu.

Lelaki itu tidak hanya membuat gue menjadi orang yang terbuka, ia juga bisa membuat gue ngakak bodoh nggak jelas di tengah malam. Cekikikan sendiri dengan mata yang menatap layar handphone. Senyam-senyum sendiri sambil bergumul di dalam selimut.

Lelaki itu juga membuat gue yang ketika itu sempat kelabakan dengan jadwal ujian semester dan jadwal kerja yang melelahkan, menjadi kembali semangat. Ia selalu mengingatkan gue untuk membawa modul ataupun catatan kuliah untuk dibaca-baca di jam istirahat kantor. Tidak hanya itu, ia juga mengajak gue untuk menyelesaikan kisi-kisi soal matematika ekonomi bersama. Dan kemudian ia mengirim foto cara dan hasil penyelesaian soal tersebut. Gue juga mengirim hasil penyelesaian untuk menyocokkan jawaban.

Kalau nggak salah, di bulan November tahun lalu ia sempat bercanda akan rencananya untuk datang ke rumah gue. Ke Pekanbaru. Riau. Di pulau Sumatera.
Mengingat gue dan dia berada di pulau yang berbeda, gue hanya memberi respon biasa dengan ucapannya yang menurut gue itu adalah sebuah candaan.

Tepat di tanggal 24 Februari, menjelang siang hari. Ia mengirimkan foto bukti pembayaran atas pembelian tiket ke gue.

Asli.

Gue.

Terharu.


Gue nangis di ruangan kantor.
Gue nggak tau harus bagaimana mengungkapkan kebahagian yang gue rasakan ketika itu.
Intinya. Gue terharu atas sebuah keputusan penuh perjuangan yang telah ia ambil.



                              



Jumat, 25 Maret 2016

Hari ini hari libur. Hari yang selalu gue nantikan kehadirannya. Jarang-jarang bisa dapet libur gini. Hari ini, lelaki yang pernah gue ceritakan di sini akan tiba dan mendarat di bandara SSK II. Sebelumnya gue sudah mengatakan kalo gue nggak bisa menjemputnya di bandara.

Darma akan datang ke Pekanbaru bersama dengan Ayahnya.

Mungkin bakal ada yang bertanya mengapa Darma datang bersama dengan Ayahnya. Melepas anak sendiri tanpa khawatir untuk pergi jauh sampai menyebrangi pulau itu menurut gue suatu tindakan yang bodoh.
Untungnya, Ayah Darma tidak melepas anaknya begitu saja.
Takut terjadi apa-apa.


Takut Darma diculik kali ya.
Padahal kagak bakalan ada yang mau nyulik dia. Hih.

Jam dua, pesawatnya akan berangkat. Begitu isi chatnya. Beberapa menit setelah itu, sebuah chat masuk kembali.

  ‘’ Pesawatnya delay. ‘’

Gue sempat ngerasa nggak enak. Kasihan harus nunggu lama di bandara.

Tidak ada yang bisa gue lakukan selain hanya goleran di ruang tamu dan di kamar. Berhubung hari itu hujan, gue yang sudah mulai ngantuk hampir saja ketiduran.
Jam mulai menunjukkan pukul setengah empat. Gue mengirim sms ke Darma. Pending.
Oke. Ini saatnya gue tidur.

Sambil berulangkali memejamkan mata dengan perasaan tak tenang karena sms gue masih pending, tepat di jam setengah lima, sebuah sms masuk.

  ‘’ Gue sudah naik taksi. ‘’

Okesip. Darma sudah landing.
Darma dan Ayahnya sudah sampai di bandara Pekanbaru dengan selamat. Syukurlah.

Ini pertama kalinya Darma menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Di Pekanbaru. Karena itu, gue langsung saja mengiriminya pesannya.
  ‘’ Selamat datang di Pekanbaru. ‘’

  ‘’ Telat lu. Lebih dulu mbak pramugarinya yang ngucapin itu :p ‘’

Keyfain. Akurapopo.

Berhubung rumah gue di pelosok, dari Pekanbaru Darma dan Ayahnya harus naik mobil umum untuk sampai di Pangkalan Kerinci. Perjalanan yang membutuhkan waktu satu setengah jam paling lama.
Usai magrib, gue menerima sms kalau Darma dan Ayahnya sudah sampai di Pangkalan Kerinci.

  ‘’ Gue udah sampai. Lagi makan sate di deket toko obat Agi Farma. ‘’

Belum sempat gue membalas smsnya, Darma langsung menelfon gue.

  ‘’ Toko obat Agi Farma di mana? ‘’

INI KOK GUE BEGO YA.
MALAH NANYA BALIK KE DARMA.

Agar kebegoan gue tidak terlalu terlihat, gue bertanya kembali ke Darma.

  ‘’ Di seberangnya ada Vanhollano, bukan? ‘’

  ‘’ Hah? Apa? ‘’

  ‘’ Seberangnya. Ada Vanhollano? ‘’

  ‘’ Apa? ‘’

  ‘’ Di seberangnya. Seberang. ADA VANHOLLANO, BUKAN? ‘’

  ‘’ Vanhollano? ‘’

  ‘’ Iya. ‘’

  ‘’ Enggak ada. ‘’

Gue sempat panik. Keliatan begonya gue. Gue dari lahir udah di sini, tapi kenapa gue nggak tau kalau ada toko obat Agi Farma di tempat gue tinggal ini.
Lagi asyik mikir dan sempat ada niatan untuk mengelilingi semua toko obat di Pangkalan Kerinci, sebuah sms kembali masuk di hp gue.

  ‘’ Toko obat Anggi Farma. Hehehee tadi salah baca. ‘’

Gue ngangguk-ngangguk sambil tersenyum.

MAU AGI FARMA, MAU ANGGI FARMA, TETEP AE GUE NGGAK TAU TOKO OBAT ITU. AAAAAKKK


***


Singkat cerita, gue akhirnya menemukan Darma dan Ayahnya di samping abang-abang gerobak sate. Gue langsung mengajak Ayahnya untuk ke rumah.
Darma mah bodo amat. Hahahaaa

Enggak deng.
Gue juga mengajak Darma untuk ke rumah.

Sesampainya di rumah, Ibu langsung mengobrol banyak dengan Ayah Darma. Sedangkan Darma? Itu anak diem mulu. Bengong.
Sepertinya dia masih ngebayangin paha mulus dan body mba pramugari tadi di pesawat.

Sekitar pukul setengah sepuluh malam, gue dan Ibu langsung saja mengantarkan Darma dan Ayahnya ke rumah Om gue yang letaknya cukup dekat dengan rumah gue. Selama beberapa hari di Pangkalan Kerinci, Darma dan Ayahnya akan tidur di rumah Om gue.
Sesampainya di rumah Om, Darma langsung meletakkan tasnya yang berat-amat-gile. Nggak tau deh itu Darma bawa apaan di tasnya. Setelah beres-beres semuanya, gue dan Ibu pamit untuk balik ke rumah dan membiarkan mereka beristirahat malam itu.
Saat gue hendak memakai sandal, Darma menemui gue.

  '' Lu langsung cepet tidur ya. ''


LAH BARU NGOMONG INI ANAK.

Popular Posts