Senin, 16 Desember 2024

Sekolah Ramah Anak: Lebih dari Sekedar Label

Di tengah hiruk pikuk reformasi pendidikan, istilah "Sekolah Ramah Anak" (SRA) kerap terdengar. Spanduk dan plakat bertuliskan SRA menghiasi gerbang sekolah, seolah menjadi jaminan mutu sebuah institusi pendidikan. Namun, pertanyaannya, apakah label tersebut sekadar hiasan atau benar-benar mencerminkan realitas di lapangan?

Konsep SRA jauh melampaui sekadar bebas dari kekerasan fisik. Ia merangkum lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif, dan mendukung perkembangan optimal setiap anak. Ini berarti menciptakan ruang di mana anak merasa dihargai, didengar, dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perundungan ( bullying).

Urgensi Menciptakan Lingkungan Sekolah yang Kondusif

Mengapa lingkungan sekolah yang kondusif begitu penting? Sekolah bukan hanya tempat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga rumah kedua bagi anak. Di sanalah mereka menghabiskan sebagian besar waktunya, berinteraksi dengan teman sebaya dan guru, serta membentuk karakter dan kepribadian.

Lingkungan sekolah yang positif berkontribusi signifikan terhadap:

  • Kesejahteraan Psikologis: Anak yang merasa aman dan nyaman di sekolah cenderung lebih bahagia, termotivasi untuk belajar, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
  • Perkembangan Sosial: Interaksi positif dengan teman dan guru membantu anak mengembangkan keterampilan sosial, seperti empati, kerjasama, dan komunikasi efektif.
  • Prestasi Akademik: Lingkungan belajar yang kondusif meminimalkan stres dan gangguan emosional, sehingga anak dapat fokus pada pembelajaran dan mencapai potensi akademiknya.
  • Pencegahan Kekerasan: SRA yang diimplementasikan dengan baik dapat mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah, baik fisik, psikis, maupun seksual.

Upaya yang Telah Dilakukan dan Tantangan yang Dihadapi

Pemerintah Indonesia telah berupaya menggalakkan SRA melalui berbagai kebijakan dan program. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjadi garda terdepan dalam mengawal implementasi SRA di seluruh Indonesia. Berbagai pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan diberikan kepada sekolah-sekolah untuk mewujudkan SRA.

Namun, implementasi SRA tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai tantangan masih menghadang, di antaranya:

  • Pemahaman yang Belum Merata: Konsep SRA belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh komponen sekolah, termasuk guru, staf, siswa, dan orang tua.
  • Infrastruktur yang Belum Memadai: Banyak sekolah yang masih kekurangan fasilitas yang mendukung SRA, seperti toilet bersih, ruang UKS yang memadai, dan fasilitas bermain yang aman.
  • Keterbatasan Sumber Daya: Implementasi SRA membutuhkan sumber daya yang memadai, baik finansial maupun sumber daya manusia yang terlatih.
  • Budaya Sekolah yang Belum Mendukung: Beberapa sekolah masih memiliki budaya yang kurang mendukung SRA, seperti praktik hukuman fisik atau verbal yang dianggap sebagai bentuk disiplin.

Lebih dari Sekadar Label

SRA bukan sekadar label yang ditempel di gerbang sekolah. Ia adalah komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak Indonesia. Dibutuhkan sinergi dari seluruh pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, guru, orang tua, masyarakat, dan yang terpenting, partisipasi aktif dari anak-anak itu sendiri.

Referensi:

  1. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (n.d.). Sekolah Ramah Anak. Diakses dari https://www.kemenpppa.go.id/ (Perlu diperbarui dengan tautan spesifik jika ada).
  2. Save the Children. (2015). Laporan Situasi Anak di Indonesia 2015. Jakarta: Save the Children.
  3. UNICEF Indonesia. (n.d.). Pendidikan. Diakses dari [URL yang tidak valid dihapus] (Perlu diperbarui dengan tautan spesifik jika ada).

Sabtu, 14 Desember 2024

Kurikulum Merdeka: Sudahkah Siap Diterapkan?

Kebijakan Merdeka Belajar dengan Kurikulum Merdekanya menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun, seberapa siapkah kita untuk menerapkan kurikulum yang digadang-gadang sebagai solusi bagi permasalahan pendidikan kita? Mari kita telusuri lebih dalam implementasi Kurikulum Merdeka, tanggapan berbagai pihak, dan dampaknya terhadap kualitas pendidikan.

Kurikulum Merdeka: Harapan Baru atau Beban Tambahan?

Kurikulum Merdeka menawarkan fleksibilitas yang lebih besar bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan lingkungan sekolah. Beberapa poin utama dalam Kurikulum Merdeka adalah:

  • Pengembangan Profil Pelajar Pancasila: Kurikulum ini menekankan pembentukan karakter siswa yang berakhlak mulia, berkebinekaan global, dan bergotong royong.
  • Fleksibilitas dalam memilih materi: Sekolah memiliki kebebasan dalam memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
  • Pembelajaran yang berpusat pada siswa: Kurikulum Merdeka mendorong pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Dampak terhadap Kualitas Pendidikan

Implementasi Kurikulum Merdeka diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Beberapa dampak positif yang diharapkan adalah:

  • Meningkatkan motivasi belajar siswa: Pembelajaran yang lebih menarik dan relevan dengan kehidupan siswa dapat meningkatkan motivasi belajar.
  • Mengembangkan kompetensi abad 21: Kurikulum Merdeka mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas.
  • Menghasilkan lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan: Lulusan yang memiliki profil pelajar Pancasila diharapkan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Tantangan dan Solusi

Meskipun menawarkan banyak potensi, implementasi Kurikulum Merdeka juga menghadapi beberapa tantangan, seperti:

  • Kesediaan guru: Tidak semua guru siap dengan perubahan paradigma pembelajaran.
  • Infrastruktur yang belum memadai: Beberapa sekolah masih kekurangan sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran aktif.
  • Kurangnya sosialisasi: Informasi tentang Kurikulum Merdeka belum sampai ke semua pihak secara merata.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah:

  • Pelatihan guru secara berkelanjutan: Guru perlu diberikan pelatihan yang intensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensinya.
  • Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai: Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang cukup untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana sekolah.
  • Sosialisasi yang lebih intensif: Informasi tentang Kurikulum Merdeka perlu disebarluaskan secara masif kepada semua pihak.

Kesimpulan

Kurikulum Merdeka merupakan langkah maju dalam reformasi pendidikan Indonesia. Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada kesiapan semua pihak. Dengan dukungan dan kerja sama yang baik, Kurikulum Merdeka dapat menjadi tonggak sejarah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Jumat, 13 Desember 2024

Merangkul Generasi Alpha: Strategi Mengajar Anak-Anak di Era Digital

Generasi Alpha, anak-anak yang lahir setelah tahun 2010, tumbuh dalam lingkungan yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka lahir di era digital, akrab dengan gadget sejak usia dini, dan memiliki cara belajar yang unik. Bagaimana cara kita, para pendidik, memahami dan mendidik generasi ini?

Karakteristik Generasi Alpha

Generasi Alpha memiliki beberapa karakteristik yang menonjol, antara lain:

  • Digital Native: Mereka lahir dan tumbuh dengan teknologi. Gadget dan internet adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
  • Kreatif dan Inovatif: Generasi Alpha memiliki imajinasi yang sangat kaya dan terbiasa berpikir di luar kotak.
  • Individualis: Mereka menghargai kebebasan dan kemandirian.
  • Fokus pada pengalaman: Generasi Alpha lebih tertarik pada pengalaman langsung daripada teori belaka.

Tantangan dalam Mendidik Generasi Alpha

Mendidik generasi Alpha tentu saja menghadirkan tantangan tersendiri. Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh para pendidik adalah:

  • Perhatian yang pendek: Generasi Alpha memiliki rentang perhatian yang pendek dan mudah terdistraksi oleh gadget.
  • Kebutuhan akan pembelajaran yang personal: Setiap anak generasi Alpha memiliki gaya belajar yang berbeda, sehingga perlu pendekatan yang lebih personal.
  • Ketergantungan pada teknologi: Terlalu sering menggunakan gadget dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional anak.

Pendekatan Pembelajaran yang Efektif

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan pendekatan pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan karakteristik generasi Alpha. Beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah:

  • Pembelajaran berbasis proyek: Libatkan siswa dalam proyek-proyek yang menarik dan relevan dengan kehidupan mereka. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
  • Pemanfaatan teknologi: Manfaatkan teknologi sebagai alat bantu pembelajaran. Game edukasi, aplikasi pembelajaran, dan video pembelajaran dapat membuat proses belajar lebih menyenangkan.
  • Fokus pada pengembangan soft skills: Selain hard skills, generasi Alpha juga perlu mengembangkan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas.
  • Pembelajaran yang berpusat pada siswa: Libatkan siswa dalam proses pembelajaran. Biarkan mereka aktif bertanya, berdiskusi, dan menemukan jawaban sendiri.

Kesimpulan

Mendidik generasi Alpha merupakan tantangan yang sekaligus juga merupakan peluang. Dengan memahami karakteristik mereka dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat, kita dapat membantu generasi Alpha tumbuh menjadi individu yang cerdas, kreatif, dan siap menghadapi masa depan.

Referensi:

  1. Sinotif: Mengenali Metode Belajar Efektif untuk Generasi Alpha. https://www.sinotif.com/berita-acara/berita-artikel/detail/mengenali-metode-belajar-efektif-untuk-generasi-alpha
  2. Fkip Unsa: Membangun Generasi Alpha Melalui Pembelajaran Efektif. https://fkip.esaunggul.ac.id/membangun-generasi-alpha-melalui-pembelajaran-efektif/
  3. Dinas Pendidikan: Rahasia Mendidik Anak Generasi Alpha. https://disdik.hsu.go.id/2024/10/21/rahasia-mendidik-anak-generasi-alpha/

Sabtu, 07 Desember 2024

85 Jam di Pekanbaru (Game dan CFD) - bagian 2

Tulisan ini pertama kali dibuat bulan April 2016 oleh Rahayu Wulandari

Hai hooo

Buat yang komen di postingan kemarin dan nanya ‘udah jadian apa belum’, percaya deh gaes. Gue dan Darma nggak pacaran. Hehehee
Kita pure temen deket. Deket bangetlah pokoknya. Darma anaknya nyambung diajak ngobrol. Apalagi kalo ngobrolin dada dan paha. Nyambung banget.
Buat yang doain langgeng, gue cukup mengamininya. Langgeng pertemanannya. Hehheeew

Untuk kedepannya, jodoh siapa yang tau :))

Next kelanjutan cerita 85 jam di Pekanbaru.


                                             

 Sabtu, 26 Maret 2016

Di pagi hari ini, gue sarapan nggak sendiri. Gue sarapan ditemani oleh  Darma. Yaa meskipun Darma sesekali bilang, ‘’ Nasi gorengnya asin. ‘’
Padahal yang bikin nasgornya Ibu. Ini maksudnya Ibu gue pengen kawin lagi gitu? Yawlaaa
Menurut gue, sebenernya nggak terlalu asin sih. Mungkin lidah Darma belum terbiasa aja dengan masakan Ibu yang orang Padang atau masakan khas Melayu di sini.
Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul setengah delapan. Gue pamit berangkat kerja dan Darma melepas gue berangkat kerja dengan berdiri di depan pintu.

INI NGAPA KEBALIK.
KOK LAKI-LAKI YANG NGELEPAS PEREMPUAN PERGI KERJA.


Seperti biasa, di hari Sabtu, jam kerja gue hanya setengah hari. Setelah sampai rumah, gue langsung mandi, zuhuran dan makan. Baru saja gue menyudahi makan siang, tiba-tiba Darma mengirim sms ke gue.

  ‘’ Gue ke rumah ya. ‘’

Tidak sampai lima menit, Darma sudah hadir di depan pintu rumah gue.

Siang itu, gue dan Darma saling bertukar cerita. Aneh rasanya. Yang biasanya handphone gue bising, super rame, kali itu mendadak hening. Siang itu benda kecil yang biasanya gue genggam selalu, tergeletak begitu saja di atas meja dan sama sekali tak mengeluarkan suara notif apapun.

Hari itu, pegel di jari gue akibat keseringan chat, kini berpindah ke mulut.
Terlalu banyak cerita yang ingin kita utarakan. Terlalu banyak gelak tawa yang keluar dari masing-masing mulut kita.

Sampai pada akhirnya, Darma mengusulkan sebuah game. Menulis satu kata dengan jari di punggung. Punggung siapa? Punggung pak lurah.
Dengan peraturan, kalo yang kalah harus dicemongin dengan bedak.
Sebelumnya gue takut kalo itu hanya modus Darma untuk menjepret tali beha gue.
Ditambah lagi, permainannya dimulai dari gue. Tuhkan, kenapa harus dari gue coba. Keliatan banget kan modusnya Darma.
Sampai akhirnya Darma berkata, ‘’ Gue nulis hurufnya di sini aja deh. Ntar kena beha lu. ‘’

Alhamdulillah.  #DarmaNaqBaik
Darma memilih untuk menulis kata dengan jarinya di bagian punggung bawah gue.

Sampai skors  akhir menunjukkan angka 3-5.
Dan itu terlihat dari tiga cemong bedak di muka gue, dan banyak cemong bedak di muka Darma. Hohohhoo


Kamera gue butek. :( maapkeun
                                    


Darma keliatan kayak anak-anak balita yang habis mandi sore-sore, trus mukanya dicemongin bedak sama emaknya. Tinggal disuapin nasi pake telor dadar aja nih. Udah. Percis.


Dari permainan itu, gue bisa mengambil kesimpulan bahwa,
 ‘’ Punggung gue ternyata lebih peka daripada punggung Darma. ‘’

Okesip.

Malam harinya, Darma datang lagi ke rumah gue. Ini kalo Jakarta bisa pindah ke belakang rumah gue. Darma bisa tiap jam datang ke rumah. Ehhehew.
Malam itu kita kembali saling bercerita. Mengobrol banyak tentang apa saja.
Sampai akhirnya Darma berkata, ‘’ Ini kalo jam segini, biasanya kita telfonan yak. ‘’

Gue diem.

Terharu.

Iya, biasanya setiap malam minggu, Darma menelfon gue.
Kasihan aja lihat jomblo kayak Darma kesepian di malam minggu. Mau nggak mau, gue ngangkat telfonnya. Itung-itung sekalian ngilangin kesepian gue sebagai jomblo.


Malam itu, kita bercerita banyak hingga jam menunjukkan pukul sepuluh malam.



Minggu, 27 Maret 2016


Di Minggu pagi ini, Ayah Darma berpamitan untuk balik ke Jakarta. Dikarenakan besok Senin, Ayah Darma harus kembali bekerja. Setelah selesai bersalaman, Om gue mengantar Ayah Darma untuk menunggu mobil umum yang akan membawanya menuju bandara.Dan di hari ini pula, kakak gue mengajak gue untuk ikut CFD bareng. Gue, Darma dan Nova, adik gue. Kita berempat berangkat dengan dua motor.Jujur, gue nggak pernah ikut CFD. Gue juga nggak tau apa itu CFD. Yang gue tau hanya CFC. Enak. Bikin perut kenyang.Selesai sarapan, kita berempat langsung cus menuju lokasi.

Berhubung Darma baru bisa naik motor, jadi gue dan Ibu masih agak ragu untuk membiarkannya membonceng gue di jalan raya. Alhasil, hari itu gue yang membonceng Darma.
Kang ojek banget gue ya.
Ini kalo ada FTVnya, pasti bakal dikasih judul, ‘Cantik cantik kok ngojek?’

Pagi itu jalanan masih sepi. Cuaca yang mendung menahan agar cahaya matahari pagi itu tidak terlihat.

  ‘’ Jangan kencang dong bawa motornya, ‘’ protes sebuah sahutan suara dari belakang yang membuat gue reflek menurunkan kecepatan motor.

  ‘’ Kenapa? ‘’

  ‘’ Dingin tau. ‘’


Yawlaaa gue mau nangis.

  '' Dingin ya? '' tanya gue.

  '' Iya. ''

  '' LEMAH LU. '' 

Selama di perjalanan, gue bolak-balik memperbaiki posisi baju belakang dan jilbab gue yang terbang-terbang akibat hembusan angin pagi.

  ‘’ Lu kenapa? ‘’ tanya Darma sok perhatian.

  ‘’ Ini baju gue kebuka mulu. ‘’

Entah habis dapat hidayah apa, Darma langsung memperbaiki baju dan memegangi ujung baju gue agar tidak terbuka lagi kena angin.

Leh uga modus Darma.


***


Sesampainya di lokasi CFD, Darma tiba-tiba membuka suara dengan, ‘’ Ini toiletnya di mana ya? ‘’


LAH DIKATA INI MALL ADA TOILET SEGALA.

Untungnya, di dekat lokasi CFD, ada taman kota yang baru dibangun. Dan gue baru ingat kalo di taman itu ada toilet umum. Gue dan Nova akhirnya mengantarkan Darma ke toilet umum.
Beberapa menit setelah Darma menuntaskan tugas sucinya, gue langsung menyuruh Nova untuk memotret foto kami berdua.

Iya. Memang itu tujuan gue membawa Nova. Jadi kang foto.
Gue kakak yang cerdas. 


                                              


Sekali-sekali foto bareng kang foto.



Beberapa menit setelah itu, senam sudah akan dimulai. Gue dan Darma langsung buru-buru mengambil barisan di paling belakang. Sementara Nova? Nova hanya duduk manis sambil mengotak-atik handphone gue.

Di sela-sela gerakan senam yang dipimpin oleh dua orang perempuan instruktur senam, terjadi sebuah obrolan. 

Darma   : Itu kira-kira instruktur senamnya pake beha nggak ya?
Gue       : Hmm kayaknya pake deh


OBROLAN MACAM APA INI!


Seperti anak alay pada umumnya, di sela-sela gerakan senam, Darma mengeluarkan handphonenya dan CEKREK. 


                                          


Muka songong kami yang seolah berkata kami-anak-sehat-loh-rajin-olahraga tersimpan di handphone Darma.
Padahal mah sehat paan. Ini gue baru pertama kali ikut CFD.

Selesai CFD, Gue, Nova dan Darma memutuskan untuk membeli minum. Saat di perjalanan hendak membeli minum, sayup-sayup gue mendengar suara Darma, ‘’ Behanya cantik. ‘’

Ini Darma minta diseret ke bandara dan dipulangkan ke Jakarta banget. Bikin gue kaget aja.

Gue langsung refleks melihat bahu gue. Iya. Ainouw. Jilbab gue terangkat kena angin. Tali beha pink gue terpampang penuh pesona. Gue langsung buru-buru menutupnya dengan memperbaiki posisi jilbab gue.

Setelah selesai membeli minum, gue mengajak Darma untuk duduk-duduk lucu di hutan kota. Darma yang duduk, gue yang lucu.
Di sana, gue menantang Darma untuk lomba jalan cepat dengan melepas sepatu di atas batu-batu koral yang ditancep di jalan setapak. Kayal batu koral yang untuk refleksi gitu. Apa ya namanya. Pokoknya itu deh.
Baru jalan dua langkah, gue langsung merasa sakit. Sementara Darma anteng-anteng aja jalan di depan gue.
Ternyata saat melangkah di batu koral, gue nggak sengaja lihat mantan jalan sama gebetan barunya. Duh sakit.

Enggak deng.

Tapi beneran deh, jalan di jalan setapak yang penuh dengan batu koral itu susah. Nggak kebayang ntar kalo jalan di jembatan shiratal mustaqim. Allahuakbar!

Akhirnya tantangan gue diterima oleh Darma.
Lagi dan lagi, Nova dengan sangat amat baik menjalankan tugasnya. Nova merekam kegiatan absurd gue dan Darma.
Pokoknya di tantangan itu, DARMA CURANG!
Dia ngambil jalur jalan gue. Curang. Minta dirajam banget.


Ini kalo gue mau bikin Paguyuban Merajam Darma, kira-kira ada yang mau ikut nggak ya?


Pokoknya siapa yang ikut = 1 foto ka'bah dengan tulisan '' like yang mau bawa orangtuanya ke sini. Amin ''

Jumat, 06 Desember 2024

85 Jam di Pekanbaru (Selamat Datang) - bagian 1

Tulisan ini pertama kali dibuat bulan Maret 2016 oleh Rahayu Wulandari

Di pertengahan bulan Agustus tahun lalu, gue berkenalan dengan seorang lelaki melalu dunia maya. Lelaki itu seorang blogger. Hmm mungkin diantara teman-teman sudah ada yang tau dengan lelaki tersebut. Ia juga sempat meramaikan kotak komentar di blog ini dengan berbalas komentar yang super aneh. Yang anehnya gue dengan senang hati membalas komentar anehnya. Berarti gue yang lebih aneh. Okesip.

Chat yang awalnya hanya bermula di hangout gmail perlahan beralih pada chat line.
Gue mulai mengenal siapa dia dan bagaimana kesehariannya. Tak jarang di setiap harinya kami selalu berbagi cerita yang kami alami masing-masing. Cerita apapun itu. Mulai dari cerita ngeselin, cerita bahagia, cerita random, cerita kebegoan masing-masing, cerita nggak penting, cerita nggak penting yang sebenernya nggak penting untuk diceritain, cerita nggak penting dan nggak ada faedahnya sama sekali dan berbagai cerita absurd lainnya.

Semenjak kenal dengan lelaki itu, gue perlahan mulai membuka diri. 

Jujur, gue seorang introvert. Meskipun di dalam lingkup keluarga sendiri. Gue nggak bakal membuka mulut dan cerita apapun tanpa ada yang bertanya. Gue nggak bakal berani membuka sebuah obrolan tanpa ada yang mendahului. Gue nggak bisa mengangkat topik pembicaraan untuk dijadikan bahan obrolan. Gue nggak bisa.
Apapun yang gue alami, gue selalu memendam itu sendirian. Gue nggak berani bercerita ke Ayah Ibu di rumah. Baik itu hal yang menyenangkan maupun tidak.

Karena itu, gue lebih memilih untuk menulis apa yang gue rasakan, unek-unek amarah  pada sebuah binder cokelat milik gue.

Gue nggak pernah punya teman cerita.
Maksudnya, gue nggak pernah punya teman yang bisa menerima segala cerita gue dengan respon yang menurut gue nyaman.

Dan dengan lelaki itu, gue mulai menyibakkan diri dari sosok Wulan yang introvert. Gue dengan mudahnya bercerita apapun dengan lelaki itu. Ada perasaan lega setiap kali gue selesai bercerita dan mendapatkan respon darinya. Lega kayak habis boker di jamban.

Itu artinya dia jamban. Eh enggak gitu.

Tapi memang iya sih. Jamban.


Gue nggak pernah menemukan teman ngobrol yang bisa senyaman ini. Apakah ini yang dinamakan teman-ngobrol-nyaman-zone?
HALAH.


Dengan beberapa lelaki yang pernah hadir mengisi hati gue sebelum pada akhirnya mereka tidak hanya mengisi tetapi juga menyakiti. Tsadeeesst.
Gue nggak pernah bisa seterbuka itu dengan para mantan gue yang pernah khilaf jadi pacar gue ketika itu. Hanya sebatas, kamu pacar aku dan aku pacar kamu. Hanya itu. Gue nggak pernah bercerita banyak tentang keseharian gue dengan mereka.
Iya. Gue seaneh itu.

Lelaki itu tidak hanya membuat gue menjadi orang yang terbuka, ia juga bisa membuat gue ngakak bodoh nggak jelas di tengah malam. Cekikikan sendiri dengan mata yang menatap layar handphone. Senyam-senyum sendiri sambil bergumul di dalam selimut.

Lelaki itu juga membuat gue yang ketika itu sempat kelabakan dengan jadwal ujian semester dan jadwal kerja yang melelahkan, menjadi kembali semangat. Ia selalu mengingatkan gue untuk membawa modul ataupun catatan kuliah untuk dibaca-baca di jam istirahat kantor. Tidak hanya itu, ia juga mengajak gue untuk menyelesaikan kisi-kisi soal matematika ekonomi bersama. Dan kemudian ia mengirim foto cara dan hasil penyelesaian soal tersebut. Gue juga mengirim hasil penyelesaian untuk menyocokkan jawaban.

Kalau nggak salah, di bulan November tahun lalu ia sempat bercanda akan rencananya untuk datang ke rumah gue. Ke Pekanbaru. Riau. Di pulau Sumatera.
Mengingat gue dan dia berada di pulau yang berbeda, gue hanya memberi respon biasa dengan ucapannya yang menurut gue itu adalah sebuah candaan.

Tepat di tanggal 24 Februari, menjelang siang hari. Ia mengirimkan foto bukti pembayaran atas pembelian tiket ke gue.

Asli.

Gue.

Terharu.


Gue nangis di ruangan kantor.
Gue nggak tau harus bagaimana mengungkapkan kebahagian yang gue rasakan ketika itu.
Intinya. Gue terharu atas sebuah keputusan penuh perjuangan yang telah ia ambil.



                              



Jumat, 25 Maret 2016

Hari ini hari libur. Hari yang selalu gue nantikan kehadirannya. Jarang-jarang bisa dapet libur gini. Hari ini, lelaki yang pernah gue ceritakan di sini akan tiba dan mendarat di bandara SSK II. Sebelumnya gue sudah mengatakan kalo gue nggak bisa menjemputnya di bandara.

Darma akan datang ke Pekanbaru bersama dengan Ayahnya.

Mungkin bakal ada yang bertanya mengapa Darma datang bersama dengan Ayahnya. Melepas anak sendiri tanpa khawatir untuk pergi jauh sampai menyebrangi pulau itu menurut gue suatu tindakan yang bodoh.
Untungnya, Ayah Darma tidak melepas anaknya begitu saja.
Takut terjadi apa-apa.


Takut Darma diculik kali ya.
Padahal kagak bakalan ada yang mau nyulik dia. Hih.

Jam dua, pesawatnya akan berangkat. Begitu isi chatnya. Beberapa menit setelah itu, sebuah chat masuk kembali.

  ‘’ Pesawatnya delay. ‘’

Gue sempat ngerasa nggak enak. Kasihan harus nunggu lama di bandara.

Tidak ada yang bisa gue lakukan selain hanya goleran di ruang tamu dan di kamar. Berhubung hari itu hujan, gue yang sudah mulai ngantuk hampir saja ketiduran.
Jam mulai menunjukkan pukul setengah empat. Gue mengirim sms ke Darma. Pending.
Oke. Ini saatnya gue tidur.

Sambil berulangkali memejamkan mata dengan perasaan tak tenang karena sms gue masih pending, tepat di jam setengah lima, sebuah sms masuk.

  ‘’ Gue sudah naik taksi. ‘’

Okesip. Darma sudah landing.
Darma dan Ayahnya sudah sampai di bandara Pekanbaru dengan selamat. Syukurlah.

Ini pertama kalinya Darma menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Di Pekanbaru. Karena itu, gue langsung saja mengiriminya pesannya.
  ‘’ Selamat datang di Pekanbaru. ‘’

  ‘’ Telat lu. Lebih dulu mbak pramugarinya yang ngucapin itu :p ‘’

Keyfain. Akurapopo.

Berhubung rumah gue di pelosok, dari Pekanbaru Darma dan Ayahnya harus naik mobil umum untuk sampai di Pangkalan Kerinci. Perjalanan yang membutuhkan waktu satu setengah jam paling lama.
Usai magrib, gue menerima sms kalau Darma dan Ayahnya sudah sampai di Pangkalan Kerinci.

  ‘’ Gue udah sampai. Lagi makan sate di deket toko obat Agi Farma. ‘’

Belum sempat gue membalas smsnya, Darma langsung menelfon gue.

  ‘’ Toko obat Agi Farma di mana? ‘’

INI KOK GUE BEGO YA.
MALAH NANYA BALIK KE DARMA.

Agar kebegoan gue tidak terlalu terlihat, gue bertanya kembali ke Darma.

  ‘’ Di seberangnya ada Vanhollano, bukan? ‘’

  ‘’ Hah? Apa? ‘’

  ‘’ Seberangnya. Ada Vanhollano? ‘’

  ‘’ Apa? ‘’

  ‘’ Di seberangnya. Seberang. ADA VANHOLLANO, BUKAN? ‘’

  ‘’ Vanhollano? ‘’

  ‘’ Iya. ‘’

  ‘’ Enggak ada. ‘’

Gue sempat panik. Keliatan begonya gue. Gue dari lahir udah di sini, tapi kenapa gue nggak tau kalau ada toko obat Agi Farma di tempat gue tinggal ini.
Lagi asyik mikir dan sempat ada niatan untuk mengelilingi semua toko obat di Pangkalan Kerinci, sebuah sms kembali masuk di hp gue.

  ‘’ Toko obat Anggi Farma. Hehehee tadi salah baca. ‘’

Gue ngangguk-ngangguk sambil tersenyum.

MAU AGI FARMA, MAU ANGGI FARMA, TETEP AE GUE NGGAK TAU TOKO OBAT ITU. AAAAAKKK


***


Singkat cerita, gue akhirnya menemukan Darma dan Ayahnya di samping abang-abang gerobak sate. Gue langsung mengajak Ayahnya untuk ke rumah.
Darma mah bodo amat. Hahahaaa

Enggak deng.
Gue juga mengajak Darma untuk ke rumah.

Sesampainya di rumah, Ibu langsung mengobrol banyak dengan Ayah Darma. Sedangkan Darma? Itu anak diem mulu. Bengong.
Sepertinya dia masih ngebayangin paha mulus dan body mba pramugari tadi di pesawat.

Sekitar pukul setengah sepuluh malam, gue dan Ibu langsung saja mengantarkan Darma dan Ayahnya ke rumah Om gue yang letaknya cukup dekat dengan rumah gue. Selama beberapa hari di Pangkalan Kerinci, Darma dan Ayahnya akan tidur di rumah Om gue.
Sesampainya di rumah Om, Darma langsung meletakkan tasnya yang berat-amat-gile. Nggak tau deh itu Darma bawa apaan di tasnya. Setelah beres-beres semuanya, gue dan Ibu pamit untuk balik ke rumah dan membiarkan mereka beristirahat malam itu.
Saat gue hendak memakai sandal, Darma menemui gue.

  '' Lu langsung cepet tidur ya. ''


LAH BARU NGOMONG INI ANAK.

Popular Posts